Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah empat sekawan yang dikenal akrab. Mereka sering berkumpul di warung kopi Bu Tini, di mana obrolan mereka tak pernah jauh dari canda tawa. Namun, satu malam, suasana di warung itu terasa berbeda.
Di sebuah desa kecil,"Eh, Kobar! Kamu kenapa? Seperti baru ditinggal pacar!" Kahar menggoda sambil menatap sahabatnya yang tampak murung.
"Gak ada apa-apa kok. Cuma lagi berpikir tentang arti persahabatan," jawab Kobar sambil menyesap kopi.
Badu, yang selalu ceria, melontarkan tawa. "Persahabatan? Kamu lagi cari makna hidup ya? Ayo, kita nikmati kopi ini, tidak usah mikirin hal yang berat!"
Rijal, yang lebih serius, mendengarkan dengan seksama. "Tapi ada benarnya juga, Badu. Kadang kita perlu tahu siapa teman yang sebenarnya."
Kahar mengangguk. "Iya, Kobar. Teman itu bukan hanya yang selalu ada saat kita senang, tapi juga saat kita susah."
"Eh, emang kita teman yang seperti itu?" Badu bertanya dengan nada menantang.
Kobar menghela napas. "Aku merasa, kita semua seringkali hanya jadi teman saat kondisi baik. Misalnya, saat kita punya uang, semua datang."
Kahar menambahkan, "Jangan lupa, kita juga pernah di saat susah, kan? Tapi saat itu, kita juga seringkali terpisah."
Rijal menyela. "Tapi ada saat-saat di mana kita harus memilih, apakah kita berani jujur satu sama lain. Misalnya, saat ada di antara kita yang melakukan kesalahan."
Kobar terlihat merenung. "Jadi, menurut kalian, apa yang membuat seseorang menjadi teman yang sebenarnya?"