Di sebuah desa yang sepi, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah sahabat yang tak terpisahkan. Mereka sering berkumpul di warung kopi Bu Tini, tempat yang selalu dipenuhi tawa dan cerita konyol. Namun, suatu hari, suasana di warung terasa berbeda. Mereka semua tampak murung.
"Kenapa kalian pada lesu? Seperti baru ditabrak truk!" tanya Bu Tini sambil menyajikan secangkir kopi.
"Bu, hidup ini sepertinya sudah di titik terendah," jawab Kahar, dengan wajah masam.
"Kalau kalian berada di titik terendah, artinya kita bisa bangkit! Tinggal nunggu momen yang tepat!" kata Badu, berusaha optimis.
Rijal menggeleng. "Momen tepat? Yang ada kita hanya menunggu keajaiban, dan itu belum tentu datang."
Kobar, yang lebih suka berpikir positif, berkata, "Kita perlu refleksi. Apa yang sebenarnya membuat kita merasa terpuruk?"
Kahar, yang biasanya optimis, menghela napas panjang. "Mungkin karena pekerjaan kita. Semua terasa monoton, dan hasilnya tidak sebanding dengan usaha. Kadang, aku merasa stuck."
Badu mengangguk. "Setuju! Aku merasa tidak ada perkembangan. Sehari-hari hanya ngopi, main kartu, dan berkeluh kesah."
Rijal menimpali, "Tidak hanya itu, kita juga dihadapkan dengan masalah di sekitar kita. Banyak pemuda yang kehilangan arah, bahkan merasa tidak berharga."
Kobar berpikir sejenak. "Mungkin inilah saatnya kita berbuat sesuatu. Ketika kita berada di titik terendah, kita bisa jadi inspirasi bagi orang lain."