Di sebuah desa kecil yang terletak di tepi sungai, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah empat sahabat karib. Mereka sering berkumpul di bawah pohon mangga untuk berdiskusi tentang berbagai hal, dari isu sepele hingga persoalan hidup yang lebih dalam. Suatu hari, Kobar mengusulkan topik yang membuat mereka berdebat sengit.
"Teman-teman, bagaimana kalau kita bahas tentang makna kehidupan?" Kobar berkata dengan semangat.
Kahar mengernyitkan dahi. "Makna kehidupan? Itu pertanyaan yang sangat dalam, Kobar. Siapa yang bisa menjawabnya?"
Badu, yang selalu ingin menghibur, menambahkan, "Sederhana saja, Kahar! Makna kehidupan adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan menikmati hidup! Gampang!"
Rijal, yang dikenal suka berpikir, menggelengkan kepala. "Itu terlalu dangkal, Badu. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Kita perlu merenungkan apa yang benar-benar penting dalam hidup."
"Berhenti berpikir terlalu dalam, Rijal! Kita bisa cari makna di warung kopi sambil menikmati gorengan!" Badu bersikeras.
Kobar tersenyum, "Tapi tidak bisa hanya di situ. Kita harus mencoba menemukan makna yang lebih dalam. Coba kita mulai dari pengalaman kita sendiri. Apa yang membuat kalian merasa hidup?"
Kahar menjawab, "Mungkin saat aku berhasil menyelesaikan proyek pembangunan jembatan di desa. Itu membuatku merasa berkontribusi."
"Ah, itu karena kamu ingin dikenal!" potong Badu. "Aku ingat saat kamu berdiri di atas jembatan dan berpose seolah-olah kamu baru memenangkan penghargaan!"
Kahar merasa tersinggung. "Tidak, itu karena aku merasa bahwa jembatan itu bisa menghubungkan orang-orang, membuat mereka lebih dekat!"