Setelah berdiskusi, mereka pun mulai merencanakan acara tersebut. Kobar membuat poster dengan tulisan besar: "Jadilah Pintar Tanpa Pamer!" dan menggantungnya di berbagai sudut desa.
Hari acara pun tiba, dan desa dipenuhi dengan warga yang antusias. Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berdiri di panggung, bersiap menyambut para pembicara.
Kobar membuka acara dengan bersemangat, "Selamat datang di acara 'Berbagi Pintar Tanpa Pamer'! Di sini, kita akan belajar banyak hal dari orang-orang pintar tanpa harus pamer!"
Kahar menambahkan, "Kami ingin menunjukkan bahwa meskipun seseorang pintar, bukan berarti mereka tidak bisa rendah hati!"
Setelah itu, mereka mengundang Joni, si jenius matematika, untuk berbagi. Joni datang dengan gaya percaya diri dan mulai menjelaskan rumus-rumus rumit. Namun, dia juga diingatkan oleh Kobar untuk memberi contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
"Bisa gak, Joni, ceritakan bagaimana rumus ini bisa membantu orang sehari-hari?" tanya Kobar.
Joni terdiam sejenak, lalu mulai menceritakan tentang bagaimana ilmu matematika bisa membantu dalam perencanaan keuangan dan manajemen rumah tangga. Namun, saat diminta untuk membantu seorang warga menghitung pengeluaran, Joni menolak dengan alasan dia masih sibuk menjelaskan teori.
Kahar menggugah, "Eh, Joni! Bukankah kamu juga seharusnya membagikan ilmu dengan cara yang praktis? Bantu teman kita yang butuh!"
Acara berlanjut dengan peserta lain yang juga menunjukkan kebiasaan buruk mereka. Misalnya, Dita, yang ahli dalam bahasa Inggris, lebih memilih untuk mengoreksi kesalahan orang lain daripada membantu mereka belajar.
Badu, sambil tertawa, berkata, "Jadi, kita tidak hanya mencari orang pintar, tetapi juga orang yang mau berbagi dengan tulus!"
Setelah beberapa sesi, mereka menyadari bahwa kebiasaan buruk itu sebenarnya bisa diubah. Rijal mengusulkan, "Mari kita buat grup belajar di desa! Di sana, semua bisa berbagi pengetahuan tanpa merasa lebih tinggi dari yang lain."