Badu, yang masih setengah tidur, mengeluh, "Aku berharap kita bisa memasak nasi goreng. Itu adalah makanan yang paling enak!"
Rijal, yang penuh semangat, berkata, "Kita bisa belajar membuat masakan yang berbeda! Mari kita mulai dengan membuat hidangan sehat!"
Di tengah sesi memasak, Kobar terlihat sangat bersemangat. Ia memilih bahan-bahan dengan semangat. Namun, saat ia mulai memasak, semua bahan berantakan. "Ups! Sepertinya aku menambah terlalu banyak garam!" teriaknya.
Kahar yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kau benar-benar tidak belajar dari pengalamanmu, ya? Akankah kita menyebut ini 'investasi berisiko'?"
Badu, yang mencoba membantu, malah membuat kekacauan lebih besar dengan menyenggol panci yang berisi air panas. "Aduh! Kenapa semua orang harus bergerak cepat? Ini membuatku pusing!"
Rijal, yang berusaha tenang, berusaha meredakan suasana. "Ayo, kita harus tetap fokus! Kita berinvestasi pada diri sendiri, dan tidak ada kesuksesan tanpa usaha!"
Setelah berjuang keras, akhirnya mereka berhasil menyelesaikan masakan mereka. Meskipun tampaknya agak berantakan, mereka menghidangkan hidangan dengan bangga. "Inilah hasil investasi kita!" Kobar berkata sambil tersenyum.
Ketika mereka mulai mencicipi masakan mereka, reaksi mereka sangat beragam. Kahar mencicipi dan langsung terbatuk. "Ini tidak bisa disebut masakan, lebih mirip racikan eksperimen kimia!"
Badu, yang lapar, memakan dengan lahap. "Eh, ini tidak seburuk yang kau pikirkan! Aku bisa tidur lebih nyenyak setelah makan ini!"
Rijal mencoba memberikan semangat. "Yang penting kita sudah belajar sesuatu! Kita harus berinvestasi lebih banyak dalam latihan!"
Kobar menyadari bahwa investasi pada diri sendiri tidak hanya tentang membeli kursus atau buku, tetapi juga tentang menghadapi kesalahan dan belajar darinya. "Mungkin kita harus lebih sering berlatih dan tidak takut gagal," katanya.