Di sebuah desa yang asri, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah empat sahabat yang tak terpisahkan. Meskipun mereka berbeda dalam banyak hal, satu kesamaan yang menyatukan mereka adalah kebiasaan terlibat dalam konflik yang lucu dan tak terduga. Mereka seolah magnet bagi masalah, dan setiap hari adalah petualangan baru dalam mengelola konflik.
Suatu hari, saat mereka sedang berkumpul di warung kopi milik Ibu Tini, Kobar tiba-tiba menyatakan, "Geng, kita harus membentuk 'Tim Manajemen Konflik'! Kita bisa membantu orang-orang di desa menyelesaikan masalah mereka!"
Kahar yang skeptis menjawab, "Membantu? Kita sendiri sering bertengkar, Kobar! Apa yang kita tahu tentang manajemen konflik?"
Badu, yang hanya mendengarkan sambil menguap, menambahkan, "Kalau kita terlibat dalam masalah orang lain, bisa-bisa kita jadi konflik yang lebih besar!"
Rijal, yang selalu optimis, berkata, "Tidak apa-apa! Justru karena kita sering bertengkar, kita bisa jadi ahli! Mari kita mulai dengan menyelesaikan konflik di desa!"
Mereka pun sepakat untuk membantu menyelesaikan konflik yang ada di sekitar mereka. Namun, sebelum mereka memulai, Kobar mengusulkan, "Kita perlu rencana! Kita bisa buat papan tulis dan menulis semua masalah yang ada di desa."
Kahar setuju, "Baiklah, tetapi jangan berharap terlalu tinggi. Kita bukan pengacara."
Setelah beberapa hari berkeliling, mereka mengumpulkan berbagai masalah dari warga desa: dari pertikaian antara dua tetangga tentang batas tanah, hingga perdebatan seru mengenai siapa yang paling jago bermain catur.
Malam itu, mereka mengadakan rapat di warung kopi. "Mari kita selesaikan satu per satu!" Kobar menyarankan. Mereka pun memulai dengan masalah terbesar: pertikaian antara Pak Budi dan Pak Sandi mengenai batas tanah.
Mereka mengundang Pak Budi dan Pak Sandi untuk berdiskusi. Namun, saat Pak Budi mulai bicara, Pak Sandi langsung memotong, "Itu tanah saya! Anda tidak bisa mengklaimnya!"