Ketika berita tentang pertemuan tersebut sampai ke telinga Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal, mereka pun penasaran dan memutuskan untuk datang ke balai desa.
"Apakah mereka benar-benar mau mengganti Pak Surya?" tanya Kahar dengan cemas.
"Sepertinya iya," jawab Rijal. "Mungkin kita harus menunjukkan bahwa metode Pak Surya juga efektif."
Setelah mendengarkan perdebatan panjang lebar, Kobar melangkah maju. "Maaf, semua. Saya rasa kita harus memberi Pak Surya kesempatan lagi. Mungkin dia memang berbeda, tapi lihat anak-anak yang ceria saat belajar. Itu adalah hal yang lebih berharga!"
Bu Rina menatap Kobar dengan skeptis. "Tapi, Kobar, pendidikan itu serius! Kita tidak bisa hanya bergantung pada lagu dan tarian!"
Badu menambahkan, "Coba kita lakukan eksperimen. Kita tanya langsung ke anak-anak, siapa di antara mereka yang lebih suka belajar dengan cara Pak Surya atau cara tradisional. Siapa tahu kita bisa melihat efeknya."
Setelah berdebat panjang, akhirnya disepakati untuk mengadakan sebuah survei kecil-kecilan di sekolah. Mereka memanggil anak-anak dan memberikan pilihan: metode Pak Surya atau metode tradisional. Hasilnya, mayoritas anak-anak memilih untuk belajar dengan cara yang lebih menyenangkan.
"Pak Surya itu bikin kita betah di sekolah! Meskipun kadang bingung, tapi kita jadi suka belajar!" kata seorang anak bernama Andi.
Mendengar hasil tersebut, para orang tua terdiam. Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal pun tersenyum lebar. Mereka berhasil membuktikan bahwa pembelajaran yang menyenangkan dapat menciptakan minat belajar yang lebih baik.
Bu Rina akhirnya mengakui, "Mungkin kita memang harus melihat dari sudut pandang anak-anak. Belajar harusnya tidak selalu membosankan."
Akhirnya, Pak Surya tetap diangkat sebagai guru, dengan beberapa catatan untuk meningkatkan metode pengajarannya. Dia tetap menggunakan lagu dan gerakan, tetapi mulai menambahkan elemen yang lebih edukatif dan terstruktur.