Rijal tersenyum bijak. "Ingat, Bor, seni gak harus rumit. Yang penting adalah pesan dan maknanya sampai. Kadang, kesederhanaan itu jauh lebih kuat daripada simbol-simbol yang susah dipahami."
Kobar terdiam, merenungi kata-kata teman-temannya. "Mungkin kalian benar. Mungkin aku harus mulai dari hal-hal kecil dulu, yang bisa dipahami dan dinikmati orang kampung."
Malam itu, Kobar belajar bahwa menjadi seniman tak hanya soal membuat karya besar yang revolusioner. Terkadang, seni yang paling indah adalah seni yang bisa membuat orang tersenyum, tertawa, dan merasa terhubung. Seniman kampung pun tetap harus memahami jiwa kampungnya.
Dan sejak saat itu, Kobar mulai membuat karya seni yang lebih sederhana---tetap penuh makna, tapi bisa diterima dengan baik oleh warga Kampung Ngarep. Sepeda terbaliknya akhirnya diturunkan dan dipakai Pak Bejo untuk ke pasar, sementara jembatan bambu setengah jadi diubah menjadi tempat bermain anak-anak.
"Seniman besar dimulai dari hati yang sederhana," kata Kobar suatu hari sambil tersenyum, kini dengan pemahaman baru tentang apa arti seni sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H