Di sebuah desa kecil yang tenang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal dikenal sebagai pengamat politik yang humoris. Suatu hari, mereka memutuskan untuk membuat profil para wakil rakyat di desa mereka---tentu saja, dengan cara yang sangat konyol.
"Bagaimana kalau kita buat profil wakil rakyat kita?" usul Kobar dengan nada serius, meskipun senyumnya tak bisa disembunyikan.
"Setuju! Kita bisa menulis tentang kehebatan mereka... atau kebodohan mereka!" Kahar menimpali sambil tertawa.
Badu, yang tak mau ketinggalan, mengeluarkan buku catatan kecilnya. "Oke, kita mulai dengan Pak Joko, wakil kita yang sangat 'berpengalaman'. Dulu dia petani, sekarang jadi wakil rakyat!"
Rijal mengangguk. "Oh, Pak Joko! Yang selalu bilang dia 'mendengarkan suara rakyat'. Padahal, suara rakyat yang dia dengar cuma suara ayam!"
"Betul! Saat kampanye, dia janji akan menanam lebih banyak padi. Tapi sampai sekarang, dia baru menanam janji!" Kobar menambahkan sambil tersenyum nakal.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak. "Lanjut ke profil Ibu Siti," Kahar berkata, membuka halaman baru di buku catatannya. "Dia selalu berbicara tentang pendidikan, tetapi anak-anak di desa kita malah lebih mengenal TikTok daripada pelajaran!"
"Ya, Ibu Siti sering mengadakan seminar tentang 'Pendidikan di Era Digital'. Sayangnya, seminar itu diadakan di warung kopi!" Badu menambahkan, diiringi tawa.
"Sekarang kita ke Pak Amir, wakil yang terkenal dengan slogannya, 'Rakyat Sejahtera, Rakyat Bahagia'," Rijal berkata sambil meniru suara Pak Amir yang berlebihan. "Tapi kita semua tahu, yang bahagia cuma dia dan istri di rumah!"
"Dan jangan lupakan perjalanan kerjanya yang sangat 'menginspirasi'! Dia bisa pergi dari desa ke kota hanya untuk menghadiri acara makan siang," Kobar menambahkan sambil terbahak-bahak.