Mengapa Eksklusivitas Tidak Sejalan dengan Spirit Seni ?
Seni, dalam esensinya, adalah medium untuk mengekspresikan gagasan, emosi, dan pandangan tentang dunia. Ia harus dapat diakses oleh semua orang, terlepas dari latar belakang ekonomi atau sosial. Namun, ketika seorang pelukis semakin mapan dan eksklusif, seni sering kali kehilangan spirit inklusif tersebut. Seni menjadi komoditas yang hanya dapat dinikmati oleh mereka yang memiliki kekayaan material, sementara mereka yang seharusnya menjadi bagian dari audiens seni---masyarakat umum---terpinggirkan.
Eksklusivitas ini juga menciptakan ketidakseimbangan dalam distribusi seni dan apresiasi terhadap karya seni. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki akses yang memadai untuk melihat karya seni secara langsung atau menghadiri pameran seni. Galeri dan museum yang seharusnya menjadi tempat untuk mendekatkan masyarakat dengan seni justru semakin eksklusif dan sulit dijangkau oleh publik.
Peran Pelukis dalam Mengembalikan Seni kepada Masyarakat
Sebagai pelukis yang mapan, penting bagi seniman untuk menyadari peran sosial mereka dalam masyarakat. Seni bukanlah sekadar barang komoditas yang diperjualbelikan, tetapi juga medium untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas. Pelukis harus berupaya untuk tetap terhubung dengan audiens yang lebih luas, tidak hanya dengan galeri dan kolektor elit, tetapi juga dengan masyarakat yang lebih beragam.
Pameran seni yang terbuka untuk umum, kegiatan sosial yang melibatkan seni, serta inisiatif seni publik adalah beberapa cara untuk mengembalikan seni kepada masyarakat. Pelukis mapan dapat menggunakan popularitas dan pengaruh mereka untuk menciptakan ruang-ruang baru di mana seni dapat dinikmati oleh semua orang, tanpa batasan eksklusivitas. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial yang seharusnya dipikul oleh setiap pelukis yang telah mencapai kesuksesan.
Eksklusivitas yang melekat pada pelukis yang semakin mapan menciptakan jarak antara seni dan masyarakat. Seni yang seharusnya menjadi sarana ekspresi yang inklusif dan universal kini lebih banyak dimiliki oleh segelintir orang kaya yang menjadikannya sebagai simbol status. Pelukis mapan harus menyadari bahwa kesuksesan mereka datang dengan tanggung jawab sosial untuk tetap menjaga keterhubungan dengan masyarakat luas dan tidak terjebak dalam lingkaran eksklusivitas yang membatasi akses terhadap seni. Seni yang sejati adalah seni yang mampu merangkul semua kalangan, bukan hanya milik mereka yang berada di puncak tangga sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H