Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Murid adalah Anak Kita, Perspektif Guru dalam Pendidikan

24 Agustus 2024   18:01 Diperbarui: 24 Agustus 2024   18:02 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia pendidikan, hubungan antara guru dan murid sering kali dianggap sebagai hubungan profesional yang didasarkan pada transfer pengetahuan dan keterampilan. Namun, pandangan yang lebih mendalam menunjukkan bahwa hubungan ini memiliki dimensi yang lebih personal dan emosional. Melihat murid sebagai "anak kita" bukan hanya metafora, tetapi bisa menjadi pendekatan yang mendalam dan bermanfaat untuk memahami peran guru dan membentuk interaksi yang lebih positif dan efektif dalam proses belajar mengajar.

Murid, dalam konteks ini, dipandang sebagai anak yang membutuhkan bimbingan, perhatian, dan kasih sayang. Konsep ini bukan berarti guru secara literal menganggap murid sebagai anak biologis mereka, tetapi lebih kepada cara guru mendekati tugas mereka dengan rasa tanggung jawab dan kepedulian yang mendalam, seperti yang mereka tunjukkan terhadap anak-anak mereka sendiri. Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya menjadi penyampai materi pelajaran, tetapi juga menjadi pembimbing, pelindung, dan pendukung dalam perjalanan pendidikan murid.

Mengapa Murid Seharusnya Dipandang Sebagai Anak Kita?

1. Rasa Kepemilikan dan Tanggung Jawab

Ketika guru memandang murid sebagai "anak kita," mereka akan merasakan rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap perkembangan dan kesejahteraan murid. Ini bukan hanya tentang mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga tentang memastikan bahwa murid merasa aman, dihargai, dan didukung. Dengan merasakan kepemilikan ini, guru cenderung lebih berkomitmen untuk memberikan yang terbaik, baik dalam hal kualitas pengajaran maupun dalam cara mereka berinteraksi dengan murid.

2. Empati dan Kasih Sayang

Melihat murid sebagai anak sendiri mendorong guru untuk lebih empatik terhadap tantangan yang dihadapi murid. Ini termasuk memahami kesulitan akademis dan emosional yang mungkin mereka alami. Kasih sayang yang tulus memungkinkan guru untuk merespons dengan lebih sensitif dan efektif terhadap kebutuhan murid, menciptakan lingkungan belajar yang lebih mendukung dan inklusif.

3. Pendekatan Pendidikan yang Holistik

Ketika guru memandang murid sebagai "anak kita," pendekatan mereka dalam pendidikan menjadi lebih holistik. Mereka tidak hanya fokus pada aspek akademis tetapi juga pada pengembangan karakter, sosial, dan emosional murid. Ini berarti guru akan lebih memperhatikan bagaimana murid berinteraksi dengan teman-teman mereka, bagaimana mereka mengatasi tantangan pribadi, dan bagaimana mereka berkembang sebagai individu.

4. Membangun Hubungan yang Kuat

Hubungan yang kuat antara guru dan murid sangat penting untuk keberhasilan pendidikan. Dengan melihat murid sebagai anak, guru membangun hubungan yang lebih mendalam dan lebih berarti. Hubungan ini bukan hanya berdasarkan formalitas, tetapi pada saling menghormati dan memahami. Ketika murid merasa bahwa guru benar-benar peduli, mereka lebih termotivasi untuk belajar dan berpartisipasi dalam proses pendidikan.

5. Mengatasi Masalah Secara Proaktif

Pendekatan ini memungkinkan guru untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah lebih awal. Dengan rasa kepedulian yang mendalam, guru lebih mungkin untuk memperhatikan tanda-tanda masalah, baik itu kesulitan akademis atau masalah pribadi. Mereka dapat memberikan dukungan lebih awal, membantu murid menemukan solusi, dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang diperlukan.

Tantangan dalam Pendekatan Ini

Namun, pendekatan ini juga tidak tanpa tantangan. Guru harus menjaga batasan profesional sambil membangun hubungan yang mendalam dengan murid. Mereka perlu menyeimbangkan antara kasih sayang dan objektivitas, agar tetap efektif dalam peran mereka sebagai pendidik. Selain itu, mereka harus berhati-hati agar keterlibatan emosional tidak mengarah pada favoritisme atau ketergantungan yang tidak sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun