Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaum Marjinal di Tengah Hiruk Pikuk Perayaan Kemerdekaan RI ke-79

17 Agustus 2024   19:08 Diperbarui: 17 Agustus 2024   22:55 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun, Hari Kemerdekaan Indonesia dirayakan dengan penuh semangat patriotisme. Masyarakat dari berbagai kalangan berpartisipasi dalam upacara bendera hingga lomba-lomba khas Agustusan yang meriah. Namun, di balik semarak perayaan tersebut, ada segmen masyarakat yang sering terlupakan: kaum marjinal. Di tengah gegap gempita peringatan kemerdekaan ke-79, pertanyaannya adalah apakah kemerdekaan yang dirayakan benar-benar dirasakan oleh mereka yang hidup di pinggiran masyarakat?

Kaum Marjinal: Siapa Mereka ?

Kaum marjinal adalah kelompok yang hidup di pinggiran sistem sosial, ekonomi, dan politik. Mereka terdiri dari buruh kasar, pedagang kaki lima, pemulung, pengemis, serta penghuni kawasan kumuh perkotaan dan desa-desa miskin. Selain itu, kelompok ini juga mencakup suku minoritas, kaum difabel, dan masyarakat adat yang terpinggirkan.

Hidup dalam kondisi serba kekurangan, kaum marjinal sering kali tidak memiliki akses memadai terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan layak, dan layanan sosial. Ketika bangsa ini merayakan kemerdekaan selama 79 tahun, kehidupan mereka tetap bergulat dengan kemiskinan dan ketidakadilan. Maka, pertanyaan yang muncul adalah: apakah kemerdekaan ini menyentuh kehidupan kaum marjinal?

Makna Kemerdekaan yang Tak Tercapai

Kemerdekaan seharusnya membawa harapan akan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, bagi kaum marjinal, kemerdekaan sering kali terasa seperti konsep abstrak yang jauh dari kenyataan. Sementara banyak orang merayakan hari kemerdekaan dengan kebanggaan, kaum marjinal masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Kemerdekaan yang seharusnya membawa kebebasan dari penindasan dan ketidakadilan ekonomi belum sepenuhnya dirasakan oleh kaum marjinal. Angka kemiskinan yang masih tinggi, ketimpangan ekonomi yang melebar, dan akses terbatas terhadap layanan publik membuktikan bahwa ada lapisan masyarakat yang terpinggirkan dari arus pembangunan. Bagi mereka, perayaan kemerdekaan bukanlah realitas, tetapi tetap menjadi kehidupan yang penuh keterbatasan.

Pandemi dan Beban yang Semakin Berat

Perayaan Hari Kemerdekaan ke-79 berlangsung pasca pandemi COVID-19 yang memperparah ketidaksetaraan sosial. Kaum marjinal yang sudah rentan secara ekonomi kini menghadapi tantangan yang lebih berat, seperti kehilangan pekerjaan dan keterbatasan akses terhadap bantuan sosial serta layanan kesehatan.

Program bantuan sosial pemerintah yang ada tidak selalu merata dalam distribusinya. Banyak kaum marjinal yang tidak memiliki dokumen resmi seperti KTP, sehingga kesulitan mendapatkan bantuan. Keterbatasan informasi dan akses teknologi semakin membuat mereka tertinggal. Sementara banyak orang masih memiliki jaring pengaman finansial, kaum marjinal harus memilih antara bekerja dengan risiko kesehatan atau tidak bekerja sama sekali.

Ketidakadilan Struktural yang Berkelanjutan

Kemerdekaan sejati tidak hanya berarti terbebas dari penjajahan, tetapi juga dari ketidakadilan dalam struktur sosial dan ekonomi. Ketidakadilan struktural ini masih berlanjut di Indonesia, dengan kaum marjinal yang sering kali tidak mendapatkan hak yang sama.

Sistem cenderung mendukung kelompok yang lebih mapan, sementara kaum marjinal dibiarkan berjuang sendirian. Masalah perumahan yang tidak layak, upah rendah, dan ketidakpastian hukum menunjukkan bagaimana kaum marjinal terus menjadi korban sistem yang tidak adil. Kebijakan publik yang seharusnya melindungi mereka sering kali tidak dijalankan dengan semestinya.

Merdeka untuk Siapa?

Ketika merayakan kemerdekaan, kita harus bertanya: kemerdekaan ini untuk siapa? Apakah hanya untuk mereka yang memiliki akses pendidikan baik, pekerjaan layak, dan kehidupan yang aman? Atau apakah kemerdekaan ini juga untuk kaum marjinal yang terlupakan dan terpinggirkan?

Kemerdekaan sejati harus mencakup seluruh rakyat, termasuk kaum marjinal. Mereka juga berhak merasakan hasil dari kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan. Namun, selama ketimpangan sosial masih terjadi dan hak-hak dasar mereka diabaikan, kemerdekaan belum benar-benar dirasakan oleh semua.

Mengubah Perspektif

Perayaan kemerdekaan harus menjadi momen untuk merenung dan mengambil langkah nyata agar kemerdekaan benar-benar inklusif. Pemerintah, masyarakat, dan individu harus bekerja sama mengatasi ketidaksetaraan yang masih ada. Bantuan sosial harus lebih merata, kebijakan yang mendukung kaum marjinal harus ditegakkan, dan kesadaran masyarakat terhadap kondisi mereka harus terus ditingkatkan.

Kemerdekaan bukan hanya soal perayaan, tetapi juga soal menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua. Kita perlu memastikan bahwa kaum marjinal juga merasakan manfaat dari kemerdekaan ini, bahwa mereka juga memiliki kesempatan untuk hidup layak, dan diakui sebagai bagian integral dari bangsa.

Kaum marjinal sering terlupakan di tengah perayaan kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah bagian dari bangsa yang juga berhak merasakan kemerdekaan sejati---bebas dari kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan sosial. Perayaan kemerdekaan harus menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Masih ada tugas besar untuk mewujudkan kemerdekaan yang inklusif, di mana setiap individu, termasuk kaum marjinal, dapat merasakan kebebasan dan kesejahteraan yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun