Bukan perangkat yang patut disalahkan, melainkan keadaan mentalnya yang bermasalah. Akhirnya ia mengaku, perubahan tekanan darah cepat dipicu oleh isu-isu politik yang tidak diakurinya.
Sejak bareng diwisuda, ia terjun ke dunia politik. Bahkan menjadi penentang hebat rezim Orde Baru, yang membawanya bertualang ke Australia, Brussel, dan beberapa negara Eropa. Pulang bakal ditangkap dan lenyap tanpa jejak.
Baru kembali setelah era reformasi dan bergabung dengan salah satu partai politik besar.
Jadi, jiwa dan pikirannya di dunia politik yang terbawa hingga kini. Mestinya ia "pensiun" dari urusan politik.
Mending kayak saya, yang kadang berlaku sebagai pengamat abal-abal. Ora urus terlalu dalam dengan ancam mengancam dan sandera menyandera di dunia politik. Dapet apa?
Lah, curcol! Kembali ke sahabat saya yang cemas dengan ukuran tekanan darah yang naik turun drastis.
Saya kira, ia terlalu dalam memikirkan politik. Saya merasakan, penyintas strok cenderung sensitif. Bereaksi berlebihan ketika mendengar cerita mengharukan, jenaka, atau mengecewakan. Hindari, atau tidak perlu mengganggapnya serius ketika menerima kabar yang memancing emosi. Woles aja.Â
Ia membenarkan pendapat saya, tetapi ia belum bisa menyikapi bijak berita politik yang membuatnya emosi.
Dokternya mengatakan, tekanan darah naik tiba-tiba yang dialaminya lebih karena faktor psikologis. Itu menurut keterangan sang sahabat.
Terkadang saya mengalaminya, tekanan darah naik karena suasana kejiwaan. Ketika bidan memompa udara ke manset (bagian tensimeter pemberi tekanan pada lengan), dada deg-degan cemas akan hasil pengukuran.
Baiknya, untuk mendapatkan pembacaan tensimeter secara akurat adalah berada dalam keadaan:
- Duduk dengan kedua kaki menapak lantai.
- Kaki tidak bersilang.
- Punggung dalam posisi tegak
- Lengan bersangga pada permukaan meja.
- Jangan berbicara atau menggulir ponsel saat diukur.
- Kandung kemih harus kosong
- Tidak sedang cemas terhadap apa saja.