Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Air Melimpah di Kota Hujan, untuk Apa Tampung Air Hujan?

24 Desember 2024   09:15 Diperbarui: 24 Desember 2024   10:59 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tong penampung air hujan (Foto oleh Budi Susilo/dokumen pribadi)

KOTA HUJAN. Pagi yang basah. Gerimis. Terdengar air mengucur masuk ke sebuah gentong plastik berwarna biru terletak di luar kamar, dekat jendela

Tidak hanya itu, satu tong lagi bersama beberapa ember bekas 25 kg cat berada di bawah pipa PVC untuk menampung air hujan, yang terkumpul melalui talang.

Sejak renovasi terakhir, ujung talang di rumah disambung dengan pipa. Tidak berakhir pada selokan pembuangan, tetapi air terkumpul di ujung pipa mengalir ke tong dan ember menganga. Wadah-wadah yang siap menampung air cucuran talang.

Ketika penuh air atau tidak turun hujan, wadah ditutup dengan penutup bawaan atau menggunakan kasa alumuninum tahan karat.

Tempat penampungan air hujan dijaga tertutup, agar nyamuk dan teman-temannya tidak bertelur di situ. Cara lain mengurangi perkembangbiakan nyamuk adalah membubuhi bubuk Abate.

Tong penampung air hujan (Foto oleh Budi Susilo/dokumen pribadi)
Tong penampung air hujan (Foto oleh Budi Susilo/dokumen pribadi)

Lantas, buat apa menampung air hujan? Memang kekurangan air? Kan ada PDAM atau sumur pompa dalam sistem air di rumah tangga, tinggal putar keran maka air mengucur.

PDAM saat ini adalah sumber utama dan satu-satunya air bersih di rumah saya. Cukup untuk keperluan rumah tangga: memasak, cuci, mandi, siram-siram, dan sebagainya.

Untuk menyiram tanaman di pekarangan, bisalah tidak menggunakan sumber air bersih. Tanah di halaman cenderung basah, karena cukup mendapatkan air dari langit.

Kota Bogor disebut Kota Hujan. Pada 2023, titik-titik air turun dari mendung selama rata-rata 17,5 hari dalam sebulan, dengan curah hujan menengah hingga tinggi (bps.go.id).

Rasanya, tinggal di Kota Bogor tidak perlu mengkhawatirkan tentang kekurangan air. Mestinya, saya juga tidak perlu berpayah-payah menampung air hujan.

Ada soal lain.

Menghimpun alasan dari berbagai sumber di mesin perambah, ternyata menampung air hujan memiliki manfaat, antara lain untuk:

  • Beragam keperluan, seperti menyiram tanaman, menyiram wc, mengisi kolam di taman, dan keperluan non-higienis lainnya
  • Melindungi saluran limbah dari kikisan.
  • Lebih luas dari keterangan di atas, dapat mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan saluran perkotaan, sehingga membantu memelihara saluran air.
  • Mengurangi potensi banjir, erosi, dan kontaminasi air tanah.
  • Menghemat air, dengan mengurangi pengambilan air dari sumber air bawah tanah (sumur bor) atau air permukaan (PDAM).
  • Menghemat biaya, yaitu menghemat tagihan air langganan PDAM atau beban listrik (untuk mesin pengisap air sumur bor).

Memang menghemat biaya? Emang jadi irit.

Saya tidak pernah membandingkannya, antara keadaan sebelum menampung air hujan dengan keadaan setelahnya. Tidak! Karena penghematan biaya bukan tujuan sesungguhnya.

Tujuan utama menampung air hujan adalah ihwal yang dirasa terlalu idealis bagi sebagian orang, yaitu untuk konservasi air. Lebih jauh, menjaga keseimbangan ekosistem.

Air hujan adalah sumber yang sampai saat ini senantiasa tersedia. Sebagian darinya ditampung. 

Air hujan ditampung menjadi substitusi sebagian penggunaaan air permukaaan dan air bawah tanah, yang mungkin saja pada satu masa ketersediaannya berkurang.

Meskipun baru seujung kuku kutu dari kutu rambut seekor kutu, saya turut berperan dalam menjaga ketersediaan air bersih untuk generasi mendatang.

Saya kira tidak ada pandangan menyalahkan ketika menampung air hujan, kendati tinggal di Kota Hujan yang melimpah air.

Mari berperan dalam konservasi air demi generasi mendatang. Ada yang mau ikut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun