Pemerintah Indonesia menghentikan impor beras mulai tahun 2025, menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kompas.com).
"Mudah-mudahan tahun depan kita nggak impor beras, kalau impor pun sedikit," lanjutnya.
Lho? Tidak impor, tetapi impor sedikit? Piye iki jal? Membeli sekilo atau berton-ton beras dari luar negeri ya tetap impor, toh?
O ternyata maksudnya, beras yang datang pada tahun depan adalah sisa jatah impor beras yang belum terealisasi. Dari 3,6 juta ton yang diimpor, belum semuanya terkirim. Baru 2,9 juta ton.
Lebih bagus bila pejabat mampu berkata tegas, bukan berbicara ganda yang menimbulkan penafsiran berlawanan. Bilang saja, Pemerintah menghentikan pemasukan beras dari luar negeri mulai, misalnya tahun 2026.
Terinformasi, impor beras berlangsung sejak tahun 1945 (sumber).Â
Indonesia membeli beras dari luar negeri rata-rata 0,16 juta ton per tahun, dalam rentang waktu 1985-1993. Sebelum krisis moneter impor beras meningkat menjadi rata-rata 1,10 juta ton per tahun. Periode berikutnya (1998-2000) meningkat lagi menjadi rata-rata 4,65 juta ton/tahun (sumber).Â
Badan Pusat Statistik menggambarkan, rata-rata impor beras tahun 2017-2023 cenderung di bawah periode 1998-2000, yaitu 0,3-0,4 juta ton. Diperlainkan saat Pemerintah impor lebih banyak beras, di tahun 2018 Â (2,25 juta ton) dan tahun 2023 (3,06 juta ton).
Pemerintah memutuskan impor beras untuk: Cadangan Beras Pemerintah demi menopang program bantuan pangan, stabilisasi harga pangan, stok akhir untuk awal tahun berikutnya, dan menahan laju kenaikan harga.
Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa Pemerintah "berpengalaman" dalam impor beras. Membeli beras dari negara lain adalah satu keniscayaan.
Maka, merupakan prestasi besar apabila Pemerintah mampu menghentikan ketergantungan terhadap pembelian beras dari luar negeri. Bravo!
Entah apa yang mendasari keyakinan Zulhas bahwa Indonesia tidak bakal impor beras mulai tahun 2025. Menko Pangan merasa, persediaan beras aman dan mencukupi sampai akhir tahun ini. Stok beras nasional, ya! Bukan di rumahnya.
Pernyataan Prabowo untuk mempercepat pencapaian swasembada pangan, dari 2028 menjadi tahun 2027, menambah keyakinan politisi Partai Amanat Nasional tersebut.
Harapan besar saya, swasembada pangan tercapai sesuai rencana. Pihak-pihak yang terlibat hendaknya serius mendedikasikan hidupnya agar kelak impor beras benar-benar tidak ada. Serta bekerja ekstra keras demi mewujudkan swasembada pangan.
Pencapaian swasembada memerlukan komitmen kuat Pemerintah dalam:
- Mencegah alih fungsi lahan pertanian.
- Menjaga sumber air.
- Meluaskan lahan pertanian baru yang potensial.
- Mengenalkan upaya peningkatan produktivitas.
- Tidak impor, tetapi mengutamakan membeli hasil dari petani dengan harga bagus.
- Mengusahakan bahan-bahan produksi harga murah agar keuntungan bertani meningkat.
- Dan sebagainya.
Kalaupun kelak target swasembada pangan dan setop impor beras meleset atau tidak sesuai perkiraan, alangkah elok jika para pejabat bertanggung jawab sebagai gentleman:
- Tidak melemparkan kesalahan kepada pihak ketiga, semisal menyalahkan gangguan iklim.
- Tidak mengingkari kegagalan dan menyodorkan ihwal yang membebaskannya dari tanggung jawab.
- Mengakui kesalahan. Bila perlu, mundur dari jabatan (kayaknya nggak mungkin banget bakal terjadi).
- Mengevaluasi kegagalan, bukan malah menutup-nutupi.
- Make a bigger promise, yaitu pasti akan melakukan sesuatu yang bakal lebih hebat dan bisa dioperasionalkan. Akan betul-betul merealisasikannya, bukan sekadar janji di mulut.
Saya ingin menyaksikan keberhasilan setop impor beras pada tahun 2025, juga swasembada pangan tahun 2027. Semoga berumur panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H