Dalam kerangka ulasan ini, usaha yang akan dilanjutkan adalah penjualan mi ayam. Namanya "Sadjang Bakmi". Terinformasi, beroperasi dari Senin sampai Sabtu pukul 11.00-21.00 WIB.
Saya sengaja datang sebelum jam buka, dalam rangka mengamati situasi. Tempat berada di Jalan Walet, menempel pada tembok kantor ATR/BPN Kota Bogor. Di kiri kanan terdapat gerai penjualan es cendol, warung nasi, kopi (buka sore), tukang cukur.
Setelah pintu dibuka, saya masuk lalu duduk sambil membaca buku kiriman Pak Agus Sutisna. Ada banyak waktu tersedia, sehingga saya tidak perlu mengganggu satu staf yang sedang melakukan persiapan. Tak lama, satu pegawai lainnya datang.
Ruangan berdinding putih berukuran kira-kira 4X5 meter persegi tidak mampu mengatasi panas udara ruangan, kendati dua kipas angin mengarah ke dua atau tiga meja --saya lupa.
Satu kipas lainnya membawa hawa kompor di dapur ke luar. Tempat masak terbuka, sehingga terlihat aktivitas Mbak Puti dan Mbak Diah, pegawai rumah makan bakmi, ketika memasak dan menyiapkan hidangan.
Ada tiga kelompok bakmi dalam daftar menu. Mi keriting adalah mi seperti biasa. Mi karet, terasa lebih kenyal. Disebut mi lebar karena ukurannya, mungkin serupa mi Aceh. Kayaknya perlu dicoba satu-satu.
Saya memesan mi karet yamin ayam ditambah bakso dan swekiaw. Swekiau bagai bakso lonjong dibungkus kulit pangsit lembut berwarna putih dan direbus. Minumnya, jeruk anget berhubung tenggorokan terasa tak enak.
Pengalaman menyantap hidangan bakmi tersebut akan ditulis dalam artikel berbeda.
Sebelum bayangan menjanjikan keuntungan berkelebat di kepala, ada baiknya anak saya dan temannya menimbang beberapa hal di bawah ini.
Meneliti semua elemen yang melekat pada usaha. Dari lokasi, perizinan, tempat (luas, tata letak, jangka waktu sewa), peralatan, staf, pembeli/pelanggan, legalitas, hingga kinerja keuangan.