Kompasianival 2024 Sabtu (2/11/204) kemarin membuat saya sangat terkejut, sekaligus terharu tanpa dapat ditahan. Masuk nominasi saja sudah menjadi kejutan apalagi menerima lebih dari itu.
Salah satu komplikasi dari stroke adalah perubahan suasana hati atau keadaan emosi. Misalnya, kagetan saat mendengar suara petir, ledakan mercon, benda jatuh, atau suara mengejutkan lainnya. Menjadi terlalu terharu --kadang sampai menitikkan air mata-- bila mengetahui peristiwa mengharukan. Atau, tidak mudah mengontrol tawa bila merasakan sesuatu yang lucu, juga mudah marah bila tekanan darah melonjak (kata orang dulu, bludrek).
Saya benar-benar terkejut dan sangat terharu ketika dinobatkan sebagai Best in Citizen Journalism. Tambah terkejut dan hampir tidak mampu menjaga air mata agar tidak tumpah, kala mendapatkan penghargaan People Choice.
Bagusnya, panitia tidak menyuruh saya berpidato. Bakal bukan kata-kata yang mengalir dari bibir, melainkan air membanjir dari mata. Hati tak henti-henti mengucap syukur ke hadirat-NYA. Alhamdulillah.
Saya harus mengakui, para nominee kategori Best in Citizen Journalism adalah Kompasianer hebat: Bu Isti Yogiswandani, Bung Gregorios Nafanu, Pak Yulius Roma Patandean, dan Pak Efrain Limbong. Karya mereka kerap menghiasi ruang Artikel Populer, Nilai Tertinggi, dan Artikel Utama.
Memahami keadaan itu, saya pun datang ke Kompasianival 2024 tanpa beban. Datangnya pun setelah waktu Zuhur. Hal lain, Kompasianival menghadirkan kegembiraan ketika bertemu dengan sesama Kompasianer.
Pengalaman menghadiri Kompasianival 2011 dan 2023 menegaskan pernyataan tersebut. Tahun 2011 kelamaan, banyak lupanya untuk diceritakan. Kompasiana Carnival tahun kemarin menyenangkan.
Acaranya bagus-bagus, menambah wawasan, dan menghibur. Namun, menurut saya, yang jauh lebih menyenangkan adalah bertemu dengan para anggota Kompasiana. Sedikit sudah pernah bertemu muka, sebagian besar berinteraksi melalui artikel-artikelnya atau sesekali via pertemuan daring.
Dalam kesempatan pertama saya menanyakan nama. Begitu mengenali, perbincangan menjadi hangat bagai sahabat lama tak bersua. Rupanya, interaksi di Kompasiana telah membentuk ikatan emosional kuat. Saya tidak dapat menerangkannya, tetapi dapat merasakannya.
Keinginan mengalami rasa itu yang membawa saya menghadiri Kompasianival 2024. Datang dari Kota Bogor naik kereta Commuter Line bersama Kang Efwe (Fery Widiatmoko).
Alasan berikutnya, saya mewakili satu Kompasianer untuk mengambil merchandise yang telah dibeli. Juga mewakili empat nominee bila dipanggil ke panggung. Kalo gak dateng, pegimane?
Tiba di Commune Space - Chillax Sudirman, Jakarta, saya tidak bisa menunjukkan barcode yang telah dikirim oleh Kompasiana. Tiap buka email, aplikasi itu keluar sendiri. Bisa masuk, karena petugas pendaftaran sangat membantu dengan menanyakan alamat surel.
Di dalam terlihat para peserta duduk di lantai sambil menyimak acara. Saya menghampiri, menyapa, berkenalan, dan berbincang.
Beberapa Kompasianer ditemui: Posma Siahaan, Mbak Novia, Mbak Denik, Bu Ery Siahaan, Mbak Tutut, Mbak Dina, Bang Edward Horas, Mbak Ari Budiyanti, Mbak Langit Queen (Kompasianer lawas), Pak Merza, Pak Andriyanto, Mas Billy, Mas Taufik, Mas Jandris, Mas Akbar Pitopang, Kang Inayat, Pak Sutiono, Pak Jujun, "Agan" Andri, Mas Yon Bayu, Ayah Tuah, Mbak Siska Fajaranny, dan banyak lagi.
Saya duduk di kursi di sekitar meja eks acara clinic pagi sebelumnya, sambil menikmati acara demi acara. Di antaranya, saya lebih banyak berbincang dengan sesama Kompasianer. Seru banget!
Keseruan yang nganenin. Bikin saya ingin bisa menghadiri tiap acara Kompasianival, bila diberi kesempatan dan kesehatan.
Selama mengobrol, tidak sedikit Kompasianer bertanya perihal kegiatan saya dalam menulis di Kompasiana.
Cara Menulis
Lantaran kaku menggunakan pena, saya lebih sering mengetuk papan kunci di layar telepon pintar dengan jempol kiri. Kemudian rancangan dipindahkan ke laptop untuk penyuntingan hingga penayangan.
Berhubung hape sering ngambek, saya sekarang langsung menuangkan gagasan di laptop.
Topik Diulas
Isi artikel adalah hal-hal saya tahu, suka, rasakan, dan amati. Menulis berdasarkan pengetahuan dimiliki, pengalaman,dan pengamatan. Tidak rumit bagi saya. Tidak meruwetkan pembaca, semoga.
Satu ketika membuat artikel di luar jangkauan pemahaman. Hasilnya, tulisan terasa garing dan kurang enak dibaca, selain membuat mesin di kepala overheating karena banyak melakukan riset mendalam.
Berikutnya, saya lebih suka membuat artikel dengan bahasa sederhana, mudah dipahami, dan --kalau bisa-- memberikan nilai tambah kepada banyak orang.
Terus-menerus Belajar
Sempat tiru-tiru gaya bertutur penulis lain. Lama-lama muncul rasa tidak nyaman dalam diri. Maka saya kontinu belajar membuat karya tulis gaya sendiri yang sekiranya layak dikonsumsi publik.
Meskipun belum mampu menayangkan artikel setiap hari (kecuali di bulan Ramadan), saya berusaha menghasilkan setidaknya lima belas artikel per bulan.
Tentu untuk mencapainya saya harus banyak membaca berita, buku, hingga cerita fiksi. Membantu memahami sesuatu dan membiasakan berpikir tentang menuangkan gagasan. Syukurlah, perlahan kualitas karya tulis mengalami perkembangan bagus. Kata saya lho.
Begitu kurang lebihnya.
O ya, satu lagi. Sebisa mungkin mengunjungi artikel Kompasianer lainnya, untuk memberi vote dan komentar. Meskipun tidak semua sempat disamperi, paling tidak berikan penilaian/tanggapan, untuk artikel teman yang terlihat di linimasa.
Bisa jadi sebab rajin berkunjung, teman-teman di Kompasiana mencalonkan saya dalam Kompasiana Awards 2024. Melalui proses voting dan penjurian, panitia memutuskan bahwa saya menerima Best in Citizen Journalism. Naik panggung lagi usai mewakili Itha Abimanyu sebagai Best in Fiction.
Tidak hanya itu. Sekali lagi saya menaiki panggung untuk menerima penghargaan People Choice. Dua penghargaan membuat saya kesulitan mengendalikan rasa haru yang tiba-tiba menyeruak.Â
Alhamdulillah. Semata-mata berkat rida Allah maka saya menerima penghargaan. Juga berkat bimbingan, dukungan, dan doa para Kompasianer dan Pengelola Kompasiana.
Atas dukungan dan endorsement saya juga menyampaikan terima kasih kepada:
- Komunitas Penulis Berbalas (KPB),
- Perkumpulan Pecinta Cerpen (PULPEN),
- Komunitas Secangkir Kopi Bersama,
- Felix Tani (saya belum pernah ketemu), dan
- Semua pihak yang luput disebut.
Mau tidak mau air mata merembes saat saya menuliskan artikel ini.
Demikian catatan perjalanan menuju puncak Kompasianival 2024. Semoga berkenan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H