Lagi pula, eman-eman ongkosnya. Saat itu saya menggunakan internet melalui laptop dengan koneksi secara thetering. Cara kedua, dan paling sering, menyewa jam-jaman komputer desk top di warnet alias warung internet. Bukan ind*m*e kornet, ya!
Saat itu saya berpendapat, menulis adalah kegiatan sia-sia. Menghabiskan energi. Lebih baik berselancar untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.
Namun, Toto Manurung sahabat saya tak kapok mengiklankan Kompasiana. Maka di awal tahun 2011 saya mendaftarkan diri jadi anggota blog keroyokan di bawah naungan Kompas Gramedia Group.
Berselancar di dalamnya, saya sependapat dengan lulusan FIKOM UNPAD 1982 itu. Karya tulis di Kompasiana bagus-bagus. Bikin saya tambah tidak pe-de nimbrung.
Beraninya bikin puisi, satu dua kali menayangkan cerpen. Jangan dicari dan dibaca! Saya sendiri malu untuk membacanya kembali. Elek pol ....
Berhubung tidak menemukan keasyikan, saya jarang menayangkan karya tulis. Tidak aktif sampai kwartal terakhir 2019.
Jelang akhir tahun 2019 waktu demikian melimpah. Maka waktu di antara berobat, terapi, dan jalan kaki pagi saya manfaatkan untuk membuka Kompasiana. Bisa dibuka setelah menggunakan fitur "Lupa Password?"
Nyemplung-lah dalam dunia kepenulisan. Saya menyebut diri sebagai tukang tulis, belum sampai level penulis.
Kompasiana menawarkan lingkungan yang menyenangkan. Mudah dalam penayangan karya tulis. Kalau tulisan sudah siap, langsung tayang.
Melalui platform ini, saya bisa berinteraksi dengan sesama pengguna, sehingga saya memiliki kenalan yang sangat luas jangkauannya. Ditambah, kesempatan mengikuti pertemuan dan event offline.
Making a difference! Kompasiana telah membuat perbedaan besar bagi saya. Dunia yang tadinya sepi, kini riuh dengan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan tulis menulis.