Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Binar Mata yang Membuka Jendela Dunia

27 September 2024   06:04 Diperbarui: 27 September 2024   06:04 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahan mereka sepertinya serupa dengan meja, kursi, dan lemari di rumah kakek nenekku.

Indra penciuman menyentuh bebauan. Butuh waktu agar ingatan dapat menerjemahkannya. Bau khas. Mungkin senyawa kimia. Barangkali bau perekat kertas dan tinta. Hidung juga menangkap bau usang yang menua.

Tak cukup waktu bagiku untuk mengenali mereka, karena aku harus mengikuti langkah kamu penuh percaya diri menuju lemari tak berpintu. 

Di antara penyanggahnya terdapat papan-papan yang diletakkan mendatar, bersusun-susun dari bawah ke atas. Pada tiap-tiap kepingan melintang itu tersusun rapi dan berjejer lembar-lembar kertas yang berjilid.

Masing-masing diikat menjadi satu kesatuan menggunakan kertas yang lebih tebal dibanding lembaran di dalamnya. Pada satu sisi paling sempit dari sampul tercetak untaian huruf yang menyatakan judul. Melalui pembacaan pada mereka, maka kamu mengambil salah satu dan mengapitnya dengan dua tangan lentikmu di dada.

"Jangan cuma mengekor, pilih yang engkau minati. Ditunggu di sana," runcing dagu yang memperlihatkan kelembutan wajahmu mengarah pada meja di sebuah sudut dekat jendela.

Aku sendirian. Celingak-celinguk mengamati apa yang akan aku pilih. Sebetulnya, di ujung atas jalan kecil di antara rak tergantung tulisan yang menunjukkan penggolongan. Tidak sulit memilih, tetapi aku tidak punya rencana untuk memilih salah satu sebagaimana yang kamu lakukan tadi.

Aku mengamati, mengambil "Tangkaplah Daku Kau Kujitak" yang aku mengerti telah menjadi perbincangan di antara teman-teman, lalu menuju meja di mana kamu tenggelam dalam duniamu.

Mengikuti caramu, aku membolak-balik halaman. Kamu masih asyik membaca, sesekali menuliskan kalimat pada sebuah catatan, dan memperlakukanku bagai patung 'Selamat Datang' Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Apes tenan. Baiklah. Kembali ke halaman pertama, aku mulai menerka kata demi kata. Kalimat demi kalimat. Tanpa terasa aku memasuki dunia petualangan. Aku sesekali tersenyum. Kadang tertawa.

"Suka membaca Hilman?" suara lembutmu membubarkan pengembaraan di dalam kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun