Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka Tak Bekerja, tapi Dapat Uang dengan Mudah

17 September 2024   17:07 Diperbarui: 17 September 2024   18:38 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Merdeka Kota Bogor, Gambar oleh databudisusilo dari Pixabay

Ditambah, kata-kata bernada ancaman --halus tapi menakut-nakuti. Dalihnya, untuk biaya "koordinasi" dan pengamanan. Para pedagang lugu lebih suka memberikan uang atau membeli air mineral dengan harga mahal, daripada kelak "diacak-acak" menjadi urusan panjang.

Dengan gaya preman, mengaku-ngaku (berseragam) ormas, dan menebarkan "ketakutan", mereka memalak para pedagang.

Pedagang kecil terpaksa membayar uang diminta preman mengaku anggota ormas, karena tidak mau dipusingkan dengan urusan panjang apabila menentang. Mereka ingin berdagang dengan tenang tanpa gangguan.

Saya menduga, gangguan preman-preman berbaju ormas ini menggejala di pasar tradisional lainnya.

Juga di tempat keramaian terbuka seperti alun-alun Kota Bogor. Selentingan, terdapat sejumlah preman yang mengutip uang kepada pedagang kaki lima penjual makanan dan minuman.

Mengesampingkan pedagang tumpah dan pedagang kaki lima yang berizin atau tidak, perilaku premanisme berpotensi menyebabkan keresahan lingkungan. Malahan, satu ketika bisa timbul kericuhan manakala "pendaringan" pedagang terganggu.

Modus preman seperti ini juga lazim terjadi di proyek milik pemerintah. Beberapa waktu lalu saya sempat menjadi rekanan sebuah Pemerintah Kabupaten. 

Dalam penyelesaian pekerjaan, sering kali kontraktor pelaksana berhadapan dengan preman-preman mengaku anggota ormas. Mereka menghampiri proyek baru dimulai. Datang banyak-banyak, berseragam, dan memancing-mancing kericuhan. 

Ujung-ujungnya, minta duit dengan jumlah yang mereka tentukan. Bila kontraktor pelaksana ketakutan, mereka akan memalak hingga satu persen dari nilai proyek.

Jadi, tidak boleh kalah gertak agar tidak kena "getok". Pelaksana mesti pandai berdiplomasi, berlaku lebih galak, dan tegas menetapkan batas nilai dana akan diberikan agar tidak berdarah-darah. Bagaimanapun, mau tidak mau kontraktor harus mengeluarkan uang tak terduga sebagai biaya "koordinasi".

Minta bantuan kepada aparat berwenang? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun