Awal lapak beroperasi, mereka cenderung tidak menyediakan uang receh untuk kembalian. Sebagian besar atau seluruhnya telah dibelanjakan untuk barang dagangan.
Apabila ada pembeli membayar dengan pecahan besar, mereka pontang-panting mencari penukar. Itu kalau ada pedagang di dekatnya. Kalau tidak?
Ya mau tidak mau lari sebentar meninggalkan warung ke toko kelontong. Membeli bahan pengolah produk dagangan sekaligus memecah uang. Pengusaha semacam itu tidak sempat lama mengendapkan pendapatan. Dalam hitungan menit, uang mencair menjadi barang.
Pada waktu tertentu, jamak bagi pengusaha skala mikro itu tidak menyediakan uang receh untuk kembalian. Mereka tahu, uang receh merupakan hal penting yang bikin kepala pening dalam penyediaannya.
Bila hendak menyeruput kopi atau jajan di lapak pelaku usaha mikro, ada bagusnya menyiapkan uang receh yang sekiranya cukup untuk membayar. Bisa jadi mereka tidak menyediakan kembalian.
Jangan berlaku mentang-mentang. Kepada pedagang kecil menyerahkan uang Rp50.000 demi membayar segelas kopi seduh harga Rp4.000, dengan gerak-gerik muka tanpa salah berharap kembalian. Berempatilah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H