Berbulan-bulan perkembangan usaha penjualan mi dan kopi belum bagus. Selama itu pula pembeli tetap berkisar satu dua per hari. Membuat Fatah lelah, jasmani maupun rohani. Perlahan putus asa menghampiri.
"Mungkin perlu beberapa hari penyegaran," kata Indrawan.
Fatah mengambil kue di meja tamu, "Bisa jadi. Agaknya, aku butuh waktu istirahat."
***
Kelebatan pohon-pohon tepi jalan menerbangkan pikiran Fatah ke kampung halaman, cerita apa yang hendak disajikan kepada orang tuanya. Kegagalan? Sedang membangun keberhasilan?
Fatah pulang membawa mendung. Kesulitan melanda putranya dirasakan oleh sang Ibunda. Dengan kasih sayang tulus, perempuan paruh baya mengambil tas dan meletakkannya di kamar.
Fatah menemui Bapaknya. Bibir pria lansia, tapi perkasa, menjepit cangklong. Di meja depannya terdapat segelas kopi dan sepiring singkong goreng. Tak lama, ibunya membawa baki isi kopi dan air bening untuk Fatah.
"Lebih baik kamu meneruskan usaha pertanian keluarga, daripada luntang-lantung di kota" suara berat membuat hati Fatah menggelegak.
"Biarlah ia istirahat dulu," suara lembut memutus gugatan.
Sore itu, tiga anak manusia menerbangkan pikiran ke awan. Melayang-layang mencari muara pertemuan.
Bagaimanapun, kampung halaman menghadirkan suasana tenang dengan gerak teratur, lembut, lamban, dan terukur. Hari-hari Fatah diisi udara segar, makanan sederhana, tidur lelap, dan bangun bugar.