Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Punya Teman Tone Deaf, Memang Kenapa?

29 Agustus 2024   12:08 Diperbarui: 29 Agustus 2024   12:13 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi seduh (dokumen pribadi)

Saya tone deaf dan tidak peduli dengan keadaan tersebut. Teman-teman juga menanggapi dengan sikap biasanya saja. Satu dua teman tersenyum, tetapi mereka tidak bermaksud menertawakan bahkan menghina.

Pada waktu-waktu senggang, teman-teman mengajak ke tempat karaoke. Saya sih oke saja. Di room untuk menyanyikan lagu-lagu diiringi musik yang telah direkam terlebih dahulu, kami bisa bersenang-senang melepaskan tekanan pekerjaan.

Giliran mereka menyodorkan mik ke muka saya, gelagapan pun melanda. Saya kesulitan menyanyikan sebuah lagu dengan nada tepat.

Sekalipun tidak bagus dalam melantunkan lagu, reaksi teman-teman biasa saja. Hanya tersenyum. Beberapa dari mereka juga tone deaf, karena kurang melatih diri dalam bernyanyi.

Menurut dictionary.com, seseorang disebut tone deaf sebab tidak dapat membedakan keselarasan nada dan suara. Tone deaf merupakan istilah di dunia musik.

Dalam konteks berbeda, dalam arti kiasan tone deaf menggambarkan orang yang abai, tidak peka, atau tidak peduli dengan pandangan, kecenderungan, perasaan, maupun kesulitan orang lain.

Maka, frasa tone deaf bisa digunakan dalam lingkungan kerja, politik, sosial. Beberapa kali saya melihat perilaku semacam itu di lingkungan pergaulan.

Satu contoh. Seorang teman pemilik beberapa proyek memberi sedikit bagian kepada anak buahnya, yang pontang-panting mengurusi pekerjaan lapangan. Maksudnya, imbalan diberikan tidak sepadan dengan usaha keras sang pelaksana lapangan.

Memang tidak ada kontrak tertulis menyatakan hak dan tanggung jawab antara pemberi kerja dengan pekerja lapangan. Itu lazim di kalangan kontraktor "kecil". Hal lain, pegawai itu adalah teman sekolah sang kontraktor.

Sementara, setelah proyek dibayar si bos merayakannnya secara berlebihan tanpa mengindahkan perasaan anak buah. Termasuk berlama-lama menyewa room karaoke eksklusif.

Ada beberapa teman yang berperilaku seperti itu. Saya lumayan lama berada di lingkungan demikian. Nasihat meluncur dari mulut saya demi mengurangi ketimpangan. Namun, karakter teman berperilaku tone deaf tidak mudah diubah.

Paling banter, sesekali saya mengajak anak buah yang terabaikan untuk makan malam, misalnya. Atau memberinya sedikit rezeki atau mempekerjakannya, bila saya pas memperoleh proyek bagus.

Meskipun selingkungan dengan teman tone deaf dan itu sesekali membuat suasana canggung, tidak banyak hal yang bisa saya perbuat untuk mengubah keadaan.

Saya berkata kepada diri sendiri, hindari berperilaku tone deaf. Jangan sampai tidak peka dengan perasaan dan kesulitan orang sekitar.

Lebih baik memiliki timbang rasa, seperti dicontohkan pada kejadian ini.

Seseorang memasuki warung kopi. Mengenakan jaket layanan ojol yang kusam terbakar matahari. Bercelana jins sobek pada kedua lututnya. Kepada pemilik warung pria itu berkata pelan bahwa sampai pagi ini belum ada order. Ia ingin beli kopi seduh, bayarnya nanti.

Kopi seduh (dokumen pribadi)
Kopi seduh (dokumen pribadi)

Satu pengunjung lain yang menyantap nasi, telur dadar, dan tumis sayur mungkin mendengarnya. Usai makan, ia membayar sajian sekaligus kopi pengendara ojol yang telah pergi menjemput pengguna jasa.

Sederhana. Cuma empat ribu rupiah untuk segelas kopi, tetapi tanggapannya terhadap kesulitan orang lain patut dipuji.

Jadi, daripada membincangkan lalu mengindahkan teman tone deaf, lebih baik diri ini belajar dari mereka yang memiliki empati. Ngapain juga ngurusin orang yang tidak peka dengan lingkungan sekitar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun