Teman lain lagi, Abdullah, mengatakan bahwa laut menjadi keruh karena limbah dari pabrik. Ikan-ikan menyingkir ke tempat jauh atau mengambang terbalik setelah mengisap permukaan laut berminyak. Tiada tempat lagi untuk menjala dan memancing ikan di teluk.
Ternyata kemakmuran seperti dijanjikan dulu tidak datang kepada Loha, Max, dan Abdullah.
"Sekarang tanah-tanah longsor, air kotor, ikan dan hewan buruan menghilang. Mana kehidupan lebih baik yang pernah dijanjikan?"
Asap hitam menghapus angan. Harapan yang terlanjur digantung tinggi di awan kini terhapus asap cerobong pabrik.
Loha, Max, Abdullah sejenak berpandangan. Mereka sangat terpukul. Merasakan harapan hidup telah lenyap. Pandangan gelap. Tanpa diawali komando, mereka mencabut parang dan memasang anak panah pada busurnya.
Kecewa menumpuk. Meledak menjadi energi luar biasa. Melesat menuruni bukit. Berlari gagah berani dan cepat menuju gerbang pabrik sambil mengacungkan senjata. Debu beterbangan.
"Merdekaaa ...!
Kepulan debu oranye menarik perhatian seorang penjaga. Matanya memicing, berusaha melihat lebih jelas apa gerangan yang bergerak terburu-buru.
Kemudian ia melaporkan peristiwa kepada kepala pasukan. Komandan berseru, "Pasukan, siagaaaa ...! Para pemberontak menyerbu."
Pasukan bersenjata laras panjang bersiaga penuh menempati posisi. Menunggu perintah tembak.
"Dalam hitungan ketiga ...!!!"