Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berharap Kemakmuran Merata Ibarat Menunggu Hujan Berkelir

15 Agustus 2024   08:07 Diperbarui: 15 Agustus 2024   08:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lapak Kopi Seduh di Pinggir Jalan (dokumen pribadi)

Sebelum pulang, berhenti sejenak di bawah pohon manggis tepi Jalan Tentara Pelajar, Kota Bogor. Rencananya, bersantai sambil mencari inspirasi dengan duduk pada satu sisi pot beton yang tanaman hiasnya sudah lenyap.

Satu jam lebih sedikit saya membuang waktu. Selama itu berbincang dengan beberapa orang dan mendapatkan bunga rampai pengalaman menarik. Satu jam nongkrong menghasilkan beragam cerita

Kopi Harga Terjangkau

Memesan kopi saset tidak diaduk kepada Pak Yana. Berhubung tidak ada meja, pedagang kopi pinggir jalan itu meletakkan gelas plastik di antara rerumputan. Tampak tidak memadai, tapi bukan masalah bagi saya.

Kopi di antara rerumputan (dokumen pribadi)
Kopi di antara rerumputan (dokumen pribadi)

Dengan itu saya bisa menikmati kopi di bawah naungan pohon, diiringi suara knalpot kendaraan seliweran sembari berbual-bual. Tak perlu mahal. Tak kudu menukar belasan hingga puluhan ribu rupiah demi secangkir kopi. Cukup Rp3.000 saja mendapatkan kopi dan beragam cerita.

Memasak Mi Instan di Jalur Hijau

Satu petugas berseragam kuning --bukan anggota Golkar-- terlihat sedang menjerang air di panci penyok kehilangan gagang.

Petugas Dinas Lingkungan Hidup penyapu trotoar dan jalan itu menyobek pembungkus mi instan, lalu memasukkan isinya ke dalam air mendidih. Di jalur hijau yang rumputnya telah meranggas, ia memasak mi instan tanpa telur pun sayur menggunakan bara patahan ranting kayu.

Proyek yang Dihentikan

Seseorang memesan 5 gelas kopi seduh. Pekerja pembuatan trotoar di seberang lapak kopi berkisah, proyek nilai Rp1,1 miliar yang baru dimulai terpaksa dihentikan. 

Pangkal perkaranya, ada sekelompok orang membuat keributan. Kelompok yang kecewa dan marah kepada grup pekerja, karena mereka sebelumnya ikut mengukur. Ternyata, yang terpilih adalah grup pekerja berbeda yang sekarang bekerja.

Begini jelasnya, biasanya kontraktor pemenang tender memilih grup tukang untuk menyelesaikan pekerjaan. Semacam subkontraktor di bawah tangan yang keberadaannya tidak diketahui oleh pemilik proyek (PPK).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun