Dingin tak sedingin es batu. Manis. Lembut di mulut. Ada gurih-gurihnya sedikit. Samar.
Begitulah kesan yang saya dapatkan ketika menikmati es krim.
Kalau produk pabrikan, beragam pilihan rasa ditawarkan. Sedangkan es krim tradisional yang dijajakan berkeliling pilihannya terbatas.
Sepengetahuan saya, di Kota Bogor pernah beredar es puter/es dung-dung (Kompasianer Wiwin Zein menyebutnya es nong-nong), es mambo (bungkus plastik), es potong, es doger, es cincau. Lalu, apalagi ya?
***
Menyimpang sejenak.Â
Waktu SD, lupa kelas berapa, saya berjualan es mambo. Mencari pembeli di pasar. Saya kira tempat bertemunya pedagang dan pembeli itu sangat strategis.
Es dan termos tahan dingin didapat dari tetangga. Produsen es mambo memberikan komisi atas jumlah es terjual. Berapa komisi dan harga es, saya benar-benar lupa.
Menjualkan es bukan karena kekurangan uang jajan, melainkan ada perasaan seru saja mampu menghasilkan uang.
Kembali ke topik.