Penghuni kota gempar kala matahari baru menggeliat, menanggalkan selimut malam, dan membuka lebar mulut menyemburkan uap hangat. Gempar serupa gelombang. Riak-riak tertiup angin badai menjadikannya ombak dahsyat menghantam pantai, meluluhlantakkan permukiman.
Tadinya kesadaran tentang hilangnya Warga Penting hanya sebatas lingkungan RW, lalu melebar melalui pesan di percakapan grup. Meluas dan kian menyebar.
Berita hilangya Warga Penting menghantam kesadaran seluruh penghuni Kota. Warta viral di media sosial dan media daring serta saluran televisi.
Warga yang hilang tanpa diketahui jejaknya adalah Warga Penting. Posisi dan perannya sangat penting. Demikian penting sehingga keberadaannya menciptakan suasana teratur, tertib, hingga damai di kota itu.
Tidak perlu lagi kumpulan herder semacam Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban pada zaman tirani.
Warga Penting itu berwibawa. Suaranya amatlah didengar dan dituruti para penghuni kota. Perilakunya menjadi tauladan. Maka ketidakhadirannya memudarkan tatanan kehidupan nyaman dan aman.
Lihat saja. Pada saat jam antar anak sekolah dan berangkat kerja, jalanan tampak kacau balau sekalipun diatur oleh lampu dan polisi lalu lintas. Takada satu pun pengguna jalan hendak mengalah mendahulukan yang lemah.
Mesin-mesin menggonggong adu kencang. Klakson-klakson bersikukuh dalam teriakan histeris. Para pengendara saling lempar makian dan pelototan.
Reda sejenak ketika lonceng sekolah berbunyi. Orang-orang mulai membuka tas kerja, baik berisi buku maupun palu.
Tidak lama. Lagi-lagi terjadi pertengkaran antar kolega tentang hal-hal sepele. Menjalar  menjadi percekcokan. Persengketaan merambat ke kalangan pelajar, warga, dan ke dalam keluarga. Tiada lagi suasana harmonis.