Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Barang Dagangan yang Harus Ada di Kios Pinggir Jalan

24 Juni 2024   06:09 Diperbarui: 24 Juni 2024   14:08 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun modalnya gede, untungnya tipis. Ia wajib ada sebagai penarik utama bagi pembeli.

Di ujung jalan, pada satu sudut berdiri bangunan mungil. Sebuah kios. Di dalamnya aneka merek rokok, minuman kemasan, kacang kupas goreng, camilan, kopi saset, sampo, detergen, dan barang lain yang biasanya mengisi kios kecil.

Seperti umumnya kios rokok, ia tak berizin, kecuali dari "penguasa" setempat.

Beberapa hari lalu saya mampir untuk memesan kopi seduh.

Saat itu saya melihat gelas bertutup, berisi tiga perempat kopi cokelat. Tiada orang lain lagi selain pemilik kios, saya, dan pengemudi ojol yang sedang menyeruput kopi di bangku sana.

"Kopi siapa, Bu?"

Pemilik kios mengisahkan, sebelumnya ada pria memesan kopi seduh dan sebungkus rokok putih.

Baru satu dua seruput, ia menitipkan kopi dan membawa rokok. Katanya, mau ke ATM yang letaknya kurang dari satu kilometer dari kios.

Lebih dari satu jam berikutnya, pria tersebut tidak kembali. Menghilang untuk selamanya.

"Sering kejadian, Mas."

"Rugi dong? Bukankah harga sebungkus rokok mahal, bermerek pula? Kopi?"

"Ya, mau gimana lagi? Ntar juga ada gantinya," wanita pemilik kios tersenyum.

Namanya Atikah. Usianya kira-kira belum 40 tahun. Tinggal tidak jauh dari kios. Putranya dua. Suaminya bekerja sebagai satpam.

Bu Atikah, pemilik kios (dokumen pribadi)
Bu Atikah, pemilik kios (dokumen pribadi)

Bu Atikah berjualan dari pagi hingga Zuhur. Menurut pengakuannya, hasil dari kios lumayan membantu asap dapur tetap ngebul.

"Rata-rata dapet tiga ratus sehari."

Kotor. Belum dipotong modal.

Barang-barang dijual memberikan keuntungan lumayan. Sepuluh hingga tiga puluh persen. Bu Atikah juga ketitipan gorengan dan buras (lontong isi oncom) dengan upah titip 20 persen.

Margin penjualan paling lebar adalah kopi seduh. Ia mampu menyumbang keuntungan secara signifikan.

Pasangan ngopi biasanya rokok. Gulungan isi tembakau itu menjadi satu barang kerap dicari orang saat mendatangi kios pinggir jalan.

Meskipun tidak tersedia tempat duduk untuk seruput kopi, empat meter dari kios ada bangku panjang dan kanstin (beton pracetak pembatas trotor).

Di sana pengemudi ojol ngopi sambil menunggu orderan. Ada dua orang. Rupa-rupanya mereka langganan kios.

Pembeli barang-barang kios adalah para pengemudi ojol, pegawai pertokoan sebelah, pelintas, dan lain-lain.

Barang yang bisa membuat kecanduan menjadi primadona. Berpengaruh penting dalam omzet penjualan sebuah kios rokok.

Harganya besar, pembeliannya pun besar. Bisa jadi menyedot bagian modal kerja yang terbanyak. Ditambah, harganya kian menanjak.

Kios di pinggir jalan (dokumen pribadi)
Kios di pinggir jalan (dokumen pribadi)

Rokok! Rokok memakan porsi modal besar, tetapi labanya amatlah tipis. Dari satu bungkus rokok terjual, profitnya kira-kira satu batang.

Perputarannya cepat, sebagian karena bisa diecer atau dijual satuan. Tiap-tiap pembeli punya alasan, kenapa lebih suka membeli rokok secara eceran.

Apa kabar aturan yang membatasi penjualan rokok ketengan?

Bu Atikah juga tidak menanyakan KTP untuk menilai, apakah konsumen cukup usia membeli rokok. Bisa jadi pelajar ikut menjadi pembeli. Siapa tahu?

Jadi rokok dengan beragam merek mesti tersedia di kios pinggir jalan. Ia menjadi daya tarik penting. Tanpanya, boleh jadi calon pembeli akan menoleh ke kios lain. 

Selain tidak jadi beli rokok, mungkin juga tidak jadi beli barang lain yang menggoda matanya. Kios bisa sepi pembeli.

Menjualnya, keuntungannya tipis sekaligus menyedot bagian sangat besar dari modal kerja. Maka kehilangan satu bungkus rokok sangatlah menyesakkan bagi pemilik kios.

Seorang pengemudi ojol menyerahkan uang sepuluh ribu, untuk membayar dua potong gorengan total harga dua ribu lima ratus rupiah.

Ia cepat-cepat meninggalkan kios. Sepertinya hendak menjemput pemesan.

Bu Atikah menyeru, "Mas, ini kembaliannya!"

"Tidak usah, Bu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun