Biasanya nasi yang dimasak dengan santan dan bumbu itu cepat habis. Makanan laris berikutnya berturut-turut adalah lontong sayur, gorengan, gado-gado.
Warung Emak laris manis berkat produk yang sesuai dengan selera umumnya pembeli, harga terjangkau, pelayanan gesit, dan lokasi lumayan strategis.
Dari sisi ini tidak ada alasan cukup untuk menutup usaha tersebut.
Namun pada akhir bulan Mei lalu, Bu Tatik -- nama sesungguhnya dari "emak" -- menyampaikan bahwa warung akan tutup untuk selamanya.
Dengan berat hati ia menutup lapak dan kembali ke tempat tinggalnya semula, yang berjarak cukup jauh.
Bu Tatik sampai di sini, daerah Ciwaringin kec. Bogor Tengah, lantaran mengikuti suaminya yang direkrut sebagai marbot masjid di seberang tempat saya tinggal.
Tujuh tahun sang suami mengabdi. Sudah waktunya ia undur diri, mengingat usia yang sudah tidak muda lagi.
Usai melantunkan azan untuk terakhir kalinya dan menunaikan salat, marbot berpamitan kepada pengurus masjid pada Idul Adha kemarin.
Bu Tatik alias Emak, istri Pak Marbot, ikut pergi meninggalkan masjid seberang rumah. Sekaligus menutup warung ketika penjualan dalam kondisi bagus.
Maka bisnis kuliner itu tutup bukan karena soal teknis, melainkan penjual sekaligus pengelolanya berpindah tempat.