Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kursi dari Langit

3 Juni 2024   10:09 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:46 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar kursi dari langit oleh Ralph dari Pixabay

Timbul perasaan tenteram yang belum pernah ia rasakan selama ini, bahkan ia berani bertaruh bahwa para tetua dan semua warga belum pernah merasakan kenikmatan itu.

Pak Apung menghayati. Hati tenang. Lengkung bibir mengembang. Pikiran tentang segala hal menjadi terang benderang. Ia menikmati, demikian menikmati duduk di kusi dari langit hingga tertidur sampai azan subuh berkumandang.

Ia beranjak dari kursi menuju tempat air berdinding separuh. Buang air, kecil dan besar, sekaligus mandi.

Pak Apung berteriak, "Tolong ambilkan handuk dan pakaian ganti!"

Selesai mandi, Pak Apung kembali duduk di kursi dari langit, "Minta air minum, ...minta kopi."

Sang istri menyiapkan gelas-gelas, bubuk kopi, gula, dan menjerang air. Waktu meletakkan hidangan, ia mendengar suaminya ingin makan di kursi dari langit. Bukan makan lesehahan seperti biasanya.

Sejak itulah, dan sampai waktu-waktu berikutnya, Pak Apung tidak mau lengser dari kursi dari langit, kecuali untuk keperluan ke kamar mandi. Tidak ke ladang. Tidak mengarit rumput di bawah dan memberikannya ke para kambing. Semua hal dilakukannya dengan tetap duduk di kursi dari langit, termasuk menjalankan pemerintahan kampung.

Maka pertemuan-pertemuan, rapat-rapat, musyawarah dilakukan sementara Pak Apung tetap duduk di kursi dari langit, sementara warga bersimpuh di lantai beralaskan tikar. Bagi warga yang tidak kebagian, bersila pada lantai semen nan menggigit.

Pak Apung memberikan instruksi dan perintah melalui kursi dari langit. Satu ketika ia menelurkan sebuah keputusan, bahwa warga harus menyetorkan sebagian hasil pertanian dan peternakan ke hadapannya.

Semua orang tidak mengerti. Terheran-heran dengan perubahan mendadak perilaku Pak Apung. Namun berhubung sebagai warga ramah, pencinta damai, dan tidak mudah meluapkan amarah, maka mereka patuh kepada perintah Pak Apung.

Pengaruh kursi dari langit? Itu meresahkan warga kampung. Membuat para tetua bertanya-tanya. Mereka langsung menyerbu dengan sejumlah tanya ke Pak Apung yang duduk di kursi dari langit. Jawabannya mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun