Tujuan awal adalah ingin menulis, tepatnya angan-angan bisa menulis. Sebuah keinginan yang berkecambah dalam diri sejak lama.
Sekitar tahun 1990an saya kerap mencatat pada sebuah notes (buku tulis kecil) inspirasi berkelebat di kepala. Embrio bahan tulisan.
Kesibukan demi kesibukan, termasuk kesibukan semu, demikian menyibukkan sehingga saya tidak sempat menyiram bibit ingin bisa menulis.
Keinginan itu layu. Tumbang tanpa sempat tumbuh menjadi tanaman menghasilkan.
Seorang kawan mengatakan, tak mungkin dalam hidupmu engkau tidak menulis. Contohnya: mengetik SMS (short message service), bikin status di FB, bikin laporan terkait pekerjaan, atau kirim surat cinta.
Ya, ya, ya... sehari-hari memang jemari tidak bisa lepas dari menggenggam pena dan mengetuk papan kunci.
Bukan seperti itu. Saya ingin sebagaimana mereka yang mampu menulis berpanjang-panjang kata penuh makna, sehingga koran mau memuatnya. Hasil tulisan yang dipublikasi.
Ndak usah muluk-muluk jadi Arswendo, Goenawan Mohamad, W.S Rendra, Seno Gumira Ajidarma, Sitor Situmorang, dan sebagainya.
Cukup menjadi diri sendiri dan mampu menulis esai atau cerpen pada halaman yang diterbitkan, kemudian dibaca oleh umum.
Berkat ajakan seorang sahabat, saya mengenal Kompasiana di tahun 2011. Membuat akun dan mulai menulis cerpen tanpa menggunakan teori menulis cerpen yang baik. Pokok'e tayang.