Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perkara Sepele yang Menjengkelkan

2 Mei 2024   07:08 Diperbarui: 2 Mei 2024   07:10 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya soal sepele, tapi membuatku sungguh-sungguh jengkel.

Ia punya kebiasaan tidak pernah bisa --mungkin lebih tepat dikatakan tidak mau-- melakukan sesuatu yang mestinya dengan mudah dapat ditunaikan.

Hal yang kelihatan tidak penting receh dan remeh temeh kayak remahan rengginang, kadang dapat mengundang penyakit, kejahatan, atau malahan kejadian berbahaya.

Sudah bosan aku kasih contoh dan mengingatkan, agar ia menutup apa pun benda pembatas tempat atau wadah agar isinya tidak dapat diintip.

Supaya tidak bisa dilalui oleh apa pun sekaligus dapat terjaga keamanannya. Banyak hal dimaksud maka sebuah tutup diciptakan serius demi mengatup, misalnya, botol.

Setelah mandi dan keramas, seringkali ia tidak merapatkan kembali penutup botol cairan shampo.

Atau, saat mengambil alat pengganti tangan ketika menyuapkan nasi dan temannya ke mulut, ia tidak menangkup lagi tempat sendok garpu tertutup plastik keras tembus pandang.

Setelah menghabiskan isi gelas, ia juga tidak mengerudungi silinder kaca tersebut dengan penutup yang tadinya ada.

Jangan tanya tentang ini: apabila melalui tempat keluar masuk rumah maka ia tidak sempat merapatkan balik daun pintu. Sebuah celah akan mengundang kucing masuk rumah, lalu menyambar ayam goreng di meja makan.

Paling apes, ada orang tidak bertanggung jawab leluasa mengintip. Kemudian mengendap-endap memasuki rumah. Sembunyi-sembunyi mengambil barang-barang berharga.

Kecerobohan paling puncak dengan potensi bahaya besar satu ketika dilakukannya. Setelah mengambil jeriken penampung cairan bahan bakar beroktan tinggi, dan menuangkan sebagian isi entah untuk apa, ia meletakkan wadah secara serampangan.

Sekali lagi, tanpa menutup kembali rapat-rapat.

Kumpulan uap melayang dalam jumlah cukup akan mudah disambar percikan api. Bahkan bara paling titik bisa menjelma jadi si jago merah melahap segala.

Aku menegur ia yang sedang asyik membersihkan sesuatu disamping jeriken terbuka. Mulutnya sesekali mengembuskan asap putih.

Khawatir ada percikan menyulut uap, aku berkata keras, "Hei, tutup rapat kembali jeriken. Jauhkan darimu. Bahaya, bisa kebakaran!"

Dengan cepat mulutnya menyanggah seraya bersungut-sungut, "Tapi isinya hendak aku habiskan untuk membersihkan ini. Tak bakal terjadi sesuatu yang buruk. Bawel amat sih?"

"Meski cairan sudah habis, uapnya bisa tersulut. Tutup kembali! Matikan rokokmu!"

Mulut-mulut pun bertukar dalih. Ia mempertahankan alasan-alasan. Aku was-was dengan kemungkinan bahaya ditimbulkan.

Meskipun tidak jarang menyembul adu pendapat, lantaran ia kembali kepada kebiasaan buruknya malas menutup apa pun yang biasanya ditutup, hubungan kami baik-baik saja.

Bertengkar sebentar lalu diam-diaman atau saling menyingkir sejenak. Periode berikutnya, hubungan seperti  tiada persoalan.

Pada kunjungan terakhir tampangnya sangat menyedihkan. Ekspresi wajah yang membuatku ingin tertawa, tetapi keadaan tidak mengijinkannya. Bibirku beku.

Mukanya layu. Hidungnya beberapa kali menyuarakan tarikan sehingga ingus tidak sempat kelihatan. Matanya terlihat mendung, namun tidak serintik pun gerimis turun.

Ia sesungguhnya datang paling lambat. Sangat terlambat manakala sebahagian besar orang sudah angkat kaki dari ruangan.

Begitu datang ia membuka tutup. Sejenak tubuhku bercahaya disiram sinar matahari yang tadi lolos melalui bukaan kaca di dinding.

Setelah mata sembabnya kenyang menyoroti ragaku yang kayu, usai mukanya puas menumpahkan segala sedih, ia pun lantas beranjak pergi.

Dan perkara sepele itu lagi-lagi membuatku jengkel. Kebiasaan buruk tetap saja dilakukannya. Ia menjauh tanpa menutup peti.

Tidak menutup lagi kotak kayu terbuat dari mahoni, yang permukaannya dipelitur cokelat berkilat-kilat, dan terletak pada bagian tengah bangunan berdinding putih tempatku beristirahat damai.

Perkara sepele yang menjengkelkan!

***

Biodata Singkat: 
Pria berdomisili di Kota Bogor. Pengangguran berusia banyak yang bukan cerpenis, bukan sastrawan. Cuma orang biasa yang kadang suka ngarang bebas.

Foto hanya pemanis (dokumen pribadi)
Foto hanya pemanis (dokumen pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun