Tidak putus asa, Pemerintah kemudian membentuk badan khusus.
Pegawainya diambil dari aparat berwenang mengurus penyakit masyarakat dan pegawai lembaga pemegang timbangan. Tentunya dipilih petugas yang belum terjangkit penyakit misterius.
Nama lembaga tersebut adalah Komisi Penanganan Penyakit Misterius (KPPM). Pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk mendukung operasional KPPM.
Maklum, aparatnya tidak boleh sedikit pun terpapar penyakit misterius. Lagi pula, mereka perlu biaya banyak untuk operasi rahasia memantau perkembangan penyakit yang sangat menular itu.
KPPM memiliki bangunan khusus sangat besar untuk mengisolasi mereka yang tertular.
Mereka yang tertular sama sekali tidak boleh keluar ruangan, karena dikhawatirkan akan menularkan kepada orang lain. Kemudian orang lain akan menularkan ke orang lain lagi. Pokoknya mbulet urusannya.
Sampai sekian tahun sepak terjang KPPM sangat menggembirakan. Prestasi dan kinerjanya dipuji-puji juga dipuja-puja.
Maka Ketua KPPM memiliki posisi istimewa di antara pejabat publik sebuah negara yang dipastikan bukan negara Indonesia itu.
Demikian istimewa sehingga tidak sedikit mereka yang diduga terserang penyakit misterius, atau sedang dievaluasi apakah sudah terjangkiti, berusaha mendekati agar mendapatkan keterangan bebas penyakit misterius.
Setelah diam-diam menyerahkan sejumlah uang tunai ke berbagai pihak, mantan Menteri Urusan Perladangan --yang gagal memajukan sektor pertanian negara yang dipastikan bukan negara Indonesia-- menemui Ketua KPPM di lapangan badminton yang sepi.
"Berani berapa?"