Akhirnya saya melakukan ini: hanya memilih pihak yang berkaitan langsung dengan kafe atau memiliki kontribusi nyata.
Kemudian saya menyiapkan bingkisan lebaran. Memasukkan sejumlah lembaran ke dalam amplop putih ukuran kabinet.
Kisah Kedua
Satu ketika saya menjadi pemborong di sebuah kabupaten. Sudah menjadi rahasia umum, pekerjaan dari Pemda sarat dengan suap. Tanpa uang sogokan atau komisi (commitment fee) bakal sulit mendapatkan proyek.
Biasanya mereka menggelontorkan proyek pada triwulan tiga dan empat. Dalam jumlah lebih sedikit, proyek dikeluarkan pada bulan Ramadan. Dapat diduga, dari proyek-proyek itu oknum pengadaan mengharapkan uang haram tambahan untuk THR.
Bila memperoleh proyek, saya menyiapkan bingkisan lebaran untuk pejabat pengadaan berikut jajaran, berupa uang yang telah ditentukan besarannya.
Sedangkan bingkisan berbeda diberikan atas inisiatif sendiri kepada staf, satpam, dan tukang parkir.Â
Bingkisan berupa batik yang dibungkus rapi. Saya membeli batik kodian di Pekalongan (pasar apa, saya lupa namanya).
***
Begitulah kisah menyiapkan bingkisan lebaran, yang tidak merepotkan dalam pengemasan dan pengirimannya.
Sekarang saya tidak menyiapkan bingkisan lebaran. Tidak perlu lagi memelihara "hubungan baik" dengan pihak tertentu.
Kalaupun ada, menyiapkan bingkisan lebaran berupa makanan ke tetangga. Itu pun saling antar.