Pulang dari olahraga jalan pagi terlihat tiga orang bertubuh tegap di depan rumah. Mereka merubung penjual nasi uduk dan gorengan yang memang membuka lapak di halaman.
Ternyata mereka adalah penagih dari pegadaian. Emak penjual nasi uduk didatangi debt collector, karena pinjaman atas namanya menunggak angsuran tiga bulan.
Sebetulnya bukan Emak yang menggunakan uang utang, tetapi anaknya yang telah berkeluarga.
Ceritanya, beberapa bulan sebelumnya Emak penjual nasi uduk ditawari fasilitas pinjaman oleh seorang pembeli. Pelanggan yang merupakan pegawai pegadaian melihat prospek bagus dalam usaha Emak.
Emak belum merasa perlu berutang, karena ia mengganggap cukup mengandalkan hasil usaha yang berjalan lancar.
Mendengar itu, anak Emak yang kebetulan berkunjung mengambil kesempatan. Ia minta izin kepada ibunya untuk mengambil fasilitas pinjaman tersebut.
Singkat kata, pinjaman cair sebesar Rp5 juta dengan angsuran sekitar Rp500 per bulan. Tidak diketahui jangka waktunya.
Pinjaman atas nama Emak, karena ia kredibel di mata kreditur. Barang dijaminkan adalah sepeda motor atas nama Emak pula.
Sedangkan hasil pencairan dinikmati oleh anaknya. Tidak terinformasi untuk keperluan apa.
Hingga terjadi ihwal wanprestasi. Tiga bulan berturut-turut anaknya tidak membayar cicilan.