Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Macet Ide Menulis, Apa yang Mesti Dilakukan?

6 Maret 2024   10:07 Diperbarui: 6 Maret 2024   10:49 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar macet Ide menulis oleh Lukas Bieri dari Pixabay

Beberapa waktu terakhir saya merasa kehilangan gagasan, bahkan macet isi kepala untuk menggulirkan ide menulis.

Tak perlulah menyodorkan angka-angka, membandingkan jumlah artikel sebelumnya dengan sekarang. Pokoknya belakangan merasa berkurang dalam menayangkan karya tulis di Kompasiana.

Menulis di Kompasiana lho. Tidak menulis di platform mana pun.

Katanya sih mesti baca-baca agar mengalir ide.

Sebetulnya hampir setiap hari saya membaca berita online. Paling utama membuka Harian Kompas (kompas.id) dan kompas.com, sesekali media berbeda.

Tidak membaca buku atau novel. Bagi saya itu jadi terlalu berat. Maklum saat ini kemampuan berpikir sudah banyak berkurang.

Cara lain adalah mingle. Berbaur dan berbincang dengan orang-orang dikenal yang dijumpai saat keluar rumah.

Tidak juga membuahkan hasil, padahal dulu sepertinya ada saja hal menarik yang bisa menjadi sumber tulisan dari obrolan encer-encer itu.

Lalu saya pergi ke taman atau keliling kompleks sambil olahraga. Konon kegiatan tersebut bisa menyegarkan pikiran. Namun kali ini sang inspirasi enggan mampir.

Biasanya saya nongkrong di warung amigos (agak minggir got sedikit) atau satu kedai dengan suara ayam, untuk cari inspirasi dan menulis.

Baiklah. Setelah olahraga jalan kaki saya mampir ke satu tempat favorit. Warung kebun.

Saya pesan kopi Liong tidak diaduk. Memandang tanaman singkong, pisang, alpukat, dan ayam-ayam hilir mudik.

Secangkir kopi Liong tidak diaduk (dokumen pribadi)
Secangkir kopi Liong tidak diaduk (dokumen pribadi)

Sejuk. Tenang. Pikiran melayang sambil seruput kopi perlahan, sedikit demi sedikit.

Nikmat. Saya menikmati sepotong semesta mendamaikan di tengah kota seraya mengunyah pisang goreng.

Inspirasi yang diharapkan tidak kunjung datang. Tiada bahan untuk mengetikkan bahkan satu paragraf kasar di layar telepon genggam.

Cangkir menyisakan ampas kopi dan endapan gula. Enam potong gorengan lesap di perut. Tetap takada inspirasi. Takada bahan untuk membuat karya tulis.

Benar-benar macet. Gagal menangkap ide untuk menghasilkan karya tulis.

Lantas, saya harus melakukan apa lagi?

Kaki berjalan terseok-seok. Pulang membawa badan dan pikiran galau. Mungkin perlu rehat sejenak dari kegiatan menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun