Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Beras (Selalu) Naik: Mengangankan Kemandirian Pangan

25 Januari 2024   08:07 Diperbarui: 25 Januari 2024   16:03 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel impor beras diolah dari bps.go.id (olahan adalah dokumen pribadi)

Fenomena kenaikan harga beras dari tahun ke tahun meninggalkan lubang hitam di kepala, kapan harga terjangkau masyarakat umum bisa stabil? Kapan pangan bisa mandiri agar harganya berdaulat? Kapan...?

Seorang pedagang kaos kaki di pinggir jalan mengeluh, "tahun-tahun sebelumnya harga beras biasa Rp8.500 satu liter, sekarang paling murah Rp10 ribuan," lalu merutuk, "kantor pertanian ini kerjanya apa sih?"

(Ket.: 1 liter beras ekuivalen 0,753 kg beras)

Telunjuknya mengarah ke kantor-kantor BSIP (Badan Standardisasi Instrumen Pertanian) Kementerian Pertanian. Kantor eks Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, yang para penelitinya "bedol desa" ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kemudian yang dimaksud dengan "beras biasa" adalah beras di luar kualitas medium apalagi premium. Beras yang biasa dikonsumsi oleh warga kebanyakan.

Kompas menyebutkan, harga beras kualitas medium meningkat lebih tinggi daripada harga tahun lalu. Per 22 Januari 2024 tercatat harga rata-rata beras medium mencapai Rp13.260 per kilogram, dibanding harga rata-rata nasional tertinggi tahun lalu (Oktober 2023) Rp13.210 per kg.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan, kenaikan harga beras diakibatkan perkiraan defisit produksi padi bulan Januari-Februari. Sedangkan Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin, panen padi pada Januari-Februari tetap ada.

Berita selengkapnya di sini.

Menghadapi situasi kenaikan harga beras, seperti biasa, pemerintah menstabilkan pasokan dan harga pangan. Juga menyalurkan program bantuan beras.

Untuk itu cadangan beras pemerintah (CBP) diperkuat dengan cara menyerap gabah petani dan percepatan impor beras. Rencananya, tahun ini pemerintah membeli beras dari pasar luar negeri sebanyak 2 juta ton (sumber).

Padahal, impor beras sepanjang tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton. Tertinggi dalam empat tahun terakhir (sumber). Impor beras tahun 2019-2022 kurang dari 500.000 ton per tahun (bps.go.id).

Tabel impor beras diolah dari bps.go.id (olahan adalah dokumen pribadi)
Tabel impor beras diolah dari bps.go.id (olahan adalah dokumen pribadi)

Impor beras menjadi solusi "gampang" ketika mengatasi kenaikan harga dan masalah pasokan beras. Impor beras demi menguatkan CBP.

Sepertinya pemerintah akan terus mengimpor beras, mengingat ada disparitas antara konsumsi dan produksi beras dalam negeri.

Mengutip keterangan dari kompas.id, USDA (United States Department of Agriculture) --departemen yang mengurusi kebijakan AS bidang pertanian, kehutanan, dan pangan-- menyodorkan data:

  • Rata-rata konsumsi beras Indonesia periode 2020/2021 dan 2022/2023 adalah 35,367 juta ton per tahun.
  • Rata-rata produksi beras Indonesia 2018/2019 hingga 2022/2023 sebanyak 34,36 juta ton per tahun.

Ketimpangan yang kemudian diatasi dengan kebijakan impor beras. Satu jalan keluar mudah yang instan untuk menutupi kekurangan, daripada meningkatkan produksi beras.

Swasembada pangan (beras) adalah rencana jangka panjang, yang dibahas di sekitar meja kayu jati di dalam gedung-gedung mentereng berhawa dingin, sambil menyantap nasi dari beras premium.

Lantas menyampaikan excuses atas ketidakcukupan produksi beras dalam negeri saat ini karena:

  • Perubahan pola cuaca.
  • Kekeringan.
  • Kebanjiran.
  • Lahan pertanian subur yang menyusut karena beralih fungsi.
  • Beralihnya konsumsi pangan masyarakat, dari sumber pangan lokal non-beras (singkong, ubi jalar, sagu, talas, sukun, dan lain-lain) ke beras.

Kata Ninuk M Pambudy, hasil sensus pertanian mengkonfirmasi petani semakin menua, berkurang jumlahnya, dan menggurem. Sementara ada tuntutan mandiri pangan (e-paper Kompas 24/1/2024). Hal itu membuat usaha bidang pertanian kian suram.

Bisa jadi nantinya kemandirian pangan jauh panggang dari api. Tidak sebagaimana yang diharapkan. Ketergantungan kepada impor beras masih akan berlangsung. Rentan terhadap kenaikan harga beras dunia.

Mestinya dengan sumber daya alam melimpah, Indonesia adalah tanah surga di mana tongkat kayu dan batu jadi tanaman ("Kolam Susu" lagu Koes Plus).

Bahkan tanam singkong, panen jagung, kata Mahfud MD di medsos X tiga hari lalu (22/1/2014). Luar biasa!

Tangkapan layar dari medsos X akun @mohmahfudmd (dokumen pribadi)
Tangkapan layar dari medsos X akun @mohmahfudmd (dokumen pribadi)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah menimbang, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara berdaulat dan mandiri.

Kemandirian pangan adalah kemampuan menghasilkan pangan dari dalam negeri, yang menjamin pemenuhan kebutuhan dan cukup untuk seluruh masyarakat.

Idealnya, kemandirian pangan berarti produksi beras Indonesia di atas konsumsi beras nasional, serta tersedianya kecukupan bahan pangan lokal pengganti beras dan bahan pangan lainnya. Sehingga Pemerintah tidak lagi menelurkan kebijakan impor beras.

Kemandirian pangan bisa dicapai melalui jalan:

  • Meningkatkan produktivitas pertanian.
  • Mencegah alih fungsi lahan subur.
  • Meningkatkan luas tanam padi dan tanaman lainnya.
  • Mengenalkan dan menggalakkan kembali konsumsi bahan pangan lokal non-beras.

Pastinya para pakar lebih mahir dalam mendeskripsikan dan mengupayakan jalan kemandirian tersebut, dibanding saya yang warga kebanyakan.

Pedagang kaos kaki pinggir jalan dimaksud pada awal cerita, saya, dan warga kebanyakan hanya mengangan-angankan beras tersedia cukup dengan harga terjangkau. Harga yang tidak terus-terusan membubung tanpa pernah turun.

Sambil memandang kantor pertanian yang mentereng dan berdiri angkuh, melalui dedaunan saya diam menerawang:

Berharap satu saat di negeri ini mewujud hasil nyata berupa kemandirian pangan. Bukan sekadar kata-kata tertata rapi berisi rencana dan janji-janji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun