Bagaimana tidak perlu uang banyak untuk masuk diskotek?
Saat itu, segelas softdrink seharga Rp15 ribu. Sesloki/segelas minuman beralkohol (cocktail, spirit, liqueur) Rp45-75 ribu. Dalam semalam tidak mungkin minum cuma segelas. Pasti lebih.
Bila datang dengan lebih dari lima orang, lebih hemat beli sebotol minuman harga Rp750 ribu.
Maka, satu pengunjung bisa menghabiskan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah dalam semalam. Setidaknya dalam seminggu seorang pengunjung setia mendatangi diskotek satu kali.
Pengguna jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah konsumen berduit. Sepertinya warga umum dengan penghasilan pas-pasan akan berpikir dua kali, untuk menggunakan jasa hiburan semacam itu.
Mungkin konsumen jasa hiburan khusus itu adalah manajer dengan penghasilan besar. Atau pengusaha kaya. Atau anak orang tua berharta. Atau bahkan wanita simpanan pejabat/pengusaha.
Mereka memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mewah dan untuk prestise. Kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan sekunder mestinya sudah terpenuhi.
Menurut hemat saya, mereka adalah konsumen yang gusar sebentar mengetahui harga jasa hiburan naik akibat kenaikan tarif pajak. Namun kemudian memaklumi bahwa kenaikan itu berlaku umum di industri serupa.
Lalu mereka kembali ke dunia jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Seperti biasa, membelanjakan uang ratusan ribu atau jutaan rupiah per orang dalam semalam.
Memang saat ini pengusaha hiburan berteriak memprotes penetapan tarif pajak yang dirasa tinggi, dan menganggap berpotensi mematikan bisnisnya. Namun nantinya kegalauan itu akan reda dengan sendirinya.Â
Konsumen menerima harga baru. Bisnis kembali seperti biasa.Â