Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Pertimbangkan Selera Pembeli, Bukan Kehendak Sendiri

17 Januari 2024   07:08 Diperbarui: 17 Januari 2024   07:25 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangkuk soto ayam kuah bening dengan koya (dokumen pribadi)

Unggahan foto-foto soto di WAG Komunitas Penulis Berbalas (KPB), memantik keinginan menikmati clear soup itu.

Satu Kompasianer anggota grup demikian menggemari soto. Untuk sarapan atau santapan di berbagai kesempatan. Ia beberapa kali menampilkan gambar soto nan membuat jakun saya naik turun.

Setahu saya, di sekitar rumah tidak ada penjual soto Jawa Timuran. Perlu usaha tersendiri untuk mencapai warung soto semacam itu.

Kalau soto santan khas Bogor tidak sulit mencarinya. Penjual soto santan pikulan berkeliling permukiman maupun mangkal di satu sudut.

Kaldu panas soto mengandung rempah menghangatkan, gurih, dan cenderung bening agak kekuningan. Isinya bisa daging sapi atau ayam.

Dulu saya adalah pelanggan depot soto gaya Surabaya di Setiabudi Jakarta Selatan.

Atau soto ceker ala masakan Madura di depan tempat karaoke Jepang di kawasan Melawai Jakarta Selatan, seraya memandang ladies companion nan aduhai. Betapa indah!

Pulang dari apotek seberang Kebun Raya Bogor saya jalan kaki. Jaraknya satu kilometer lebih sedikit. Hitung-hitung olahraga. 

Rencananya menuju jalan Pengadilan lalu naik angkot sekali untuk sampai rumah.

Melewati jalan kecil samping kantor Telkom, saya melihat penjual soto Madura. Warung kecil itu baru, karena bulan lalu saya tidak melihatnya. Atau mungkin saya melewatkannya.

Jarum jam mendekati angka 12. Saya memasuki warung yang masih kosong pembeli, memesan soto tanpa micin dan setengah nasi beras merah (pesan di kedai sebelah).

Saya menambahkan air perasan jeruk nipis dan sedikit sambal ke dalam semangkuk soto ayam dengan koya (bubuk terbuat dari kerupuk udang goreng ditumbuk bersama bawang putih goreng).

Tercecap rasa gurih yang mengambang. Rempahnya kurang terasa. Tidak tercecap rasa yang menonjol pada kuah beningnya.

Biasanya ada rasa gurih kaldu, bergabung dengan wangi serai dan hangatnya jahe, merica, pala. Pun tidak terdeteksi keberadaan bawang putih goreng. Mungkin ada sedikit.

Secara keseluruhan saya merasa tidak puas dengan rasanya. Tidak sesuai harapan. Namun berhubung punya kebiasaan makan harus habis, saya tidak menyisakan soto dan nasi.

Menurut pengakuan penjual, kuah dibuat dari beragam rempah. Direbus bersama dada ayam hingga matang. Ditambah micin sebagai penyedap. Tidak ada kaldu hasil rebusan tulang/rongkong ayam.

Ia menggunakan jenis ayam negeri. Bila tidak "ditutup" dengan cukup rempah, kaldu akan terasa sedikit anyir lemak ayam broiler.

Lebih enak jika kita membuat kaldu dari rebusan ayam kampung. Atau ayam dengan sedikit lemak, seperti ayam pejantan atau ayam petelur.

Merebusnya dalam tempo lama akan menghasilkan kaldu gurih, meskipun tanpa ditambah micin.

Secara halus saya menyampaikan masukan-masukan:

  • Penggunaan ayam dengan sedikit lemak.
  • Pemakaian bumbu lebih banyak (medok). Rempah ditumis, dimasukkan dalam kaldu, lalu disaring agar menghasilkan kuah bening.
  • Penambahan lebih banyak bawang putih goreng ke dalam kuah.

Atas saran tersebut penjual mengucapkan terima kasih. Mengatakan bahwa ia tidak menyukai kaldu dari tulang, sambil menggetarkan pundak. Dan tentang bumbu, ia merasa kuah dibuat sesuai dengan seleranya.

"Apa yang enak menurut lidah saya, itulah yang dijual."

Ah, susah ketika memberi masukan kepada penjual makanan yang hanya memikirkan kesukaan pribadi. Bukan cita rasa yang dialami konsumen.

Sebagai pelaku bisnis kuliner, harusnya ia memerhatikan selera para pembeli. Bukan mementingkan kehendak sendiri.

Mudah-mudahan satu ketika ia bisa memperbaiki kualitas produk, agar warung soto ramai dikunjungi pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun