Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Si Brewok, Penarik Becak yang Sukses Alih Profesi

29 Desember 2023   17:09 Diperbarui: 1 Januari 2024   16:08 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menunggu karedok sedang dibuat, ibu-ibu berdatangan. Berkumpul di depan warung Umi. Kata mereka, "Menunggu si Brewok tukang sayur."

Kening berkerut. Di sekitar kompleks perumahan hingga permukiman padat penduduk itu biasanya tukang sayur saya ketahui.

Rasa-rasanya tidak ada yang berewokan. Kecuali dulu, ada satu tukang sayur bercambang, tetapi sudah lama ia tidak berjualan lagi.

Selagi mengunyah karedok, datanglah satu becak dengan kap terbuka memuat aneka sayur. Penuh.

Emak-emak serempak merubung. Ada yang mengambil kangkung. Ada yang ambil bakung/daun bawang. Ambil mentimun, sebungkus tempe, dan wortel.

Suara-suara riuh bertanya tentang harga, seperti biasa bilamana ibu-ibu berbelanja. Namun ajaib, kali ini tidak ada tawar-menawar.

Saya melongok. Seorang pria berjanggut putih panjang melayani para pembeli dengan riang gembira. O ternyata ini toh si Brewok tukang sayur yang menjadi idola emak-emak, meskipun berjualan sayur baru sebulan terakhir.

Nama sebenarnya adalah Agil Iskandar, berusia 50 tahunan. Bertempat tinggal tidak jauh dari lingkungan permukiman padat itu.

Semula ia berprofesi sebagai penarik becak yang mangkal di pasar. Keadaan membuatnya beralih profesi menjadi tukang sayur.

Awal cerita, satu waktu ia merasa jumlah penumpang becak kian sedikit, akibat --menurut pendapatnya-- pengguna jasa lebih memilih ojek online.

Daripada tidak membawa hasil, satu hari ia pulang dari tempat mangkal membawa beberapa ikat petai. Sambil lewat menawarkannya kepada warga dengan harga murah.

Responnya bagus. Laris. Bertahap komoditi dibawa bertambah ragamnya. Barangkali juga sesuai keinginan pembeli.

Lama-lama jumlah dan variasi sayur dibawa kian banyak. Ia menjual di bawah harga yang ditawarkan tukang sayur keliling biasanya.

Satu gambaran, harga eceran sebungkus wortel isi 4 Rp5.000. Si Brewok menjual wortel ukuran sama dengan jumlah 12 buah seharga Rp10.000.

Dua per tiga dibanding harga tukang sayur biasanya. Bahkan bisa separuhnya. Pantas, ibu-ibu pembeli tidak pernah menawar harga.

Bagaimana cara ia bisa menjual lebih murah?

Menurut penuturan pak Agil, ia sangat mengenal bandar atau pedagang grosir sayur malam. Ya iyalah, bertahun-tahun mangkal di pasar membuatnya mengenai para pedagang.

Hebatnya lagi, sayuran didagangkan boleh dibawa dulu. Bayar setelah laku. Artinya, pak Agil tidak memerlukan modal tunai untuk mendapatkan barang dagangan.

Selain itu ia memperoleh harga grosir langsung dari bandar sayur. Harga yang memberikan keleluasaan mendapatkan keuntungan jika dijual kembali.

Pak Agil menjual kembali kepada konsumen dengan sedikit mengambil keuntungan.

"Pokoknya ada untuk dibawa pulang. Yang penting, barang dagangan cepet muter (cepat laku-pen.)"

Si Brewok menggunakan becak sebagai "gerobak" pembawa sayur. Cara cerdas memanfaatkan peranti yang ada menjadi sarana pendukung usaha.

Menjual sayuran di becak (dokumen pribadi)
Menjual sayuran di becak (dokumen pribadi)

Nantinya barang dagangan dibagi dua dengan adiknya. Mereka menjajakan dagangan keliling kampung. Juga memasok ke beberapa warung sayur milik tetangga.

"Alhamdulillah, setiap hari bawaan segini habis."

Dari pengalaman di atas saya menarik amatan sederhana. Pak Agil alias si Brewok melakukan hal sebagai berikut:

  • Tidak meratapi sepinya penumpang ketika masih menarik becak, tapi mencari peluang usaha baru yang menjanjikan.
  • Menciptakan usaha tanpa modal melalui kerja sama dengan pedagang grosir sayur. Secara tidak langsung ia menjadi reseller.
  • Membangun kepercayaan sebagai modal utama berdagang.
  • Antusias menjalankan usaha.
  • Melayani pembeli dengan positif, sabar, dan cepat.
  • Mengambil sedikit keuntungan, sehingga bisa menjual dengan harga murah.

Itu antara lain pelajaran yang dapat ditarik dari kegiatan usaha si Brewok, penarik becak yang beralih profesi menjadi tukang sayur.

Atau, para pembaca mau menambahkan?

Menjadi tukang sayur idola emak-emak karena dagangannya murah (dokumen pribadi)
Menjadi tukang sayur idola emak-emak karena dagangannya murah (dokumen pribadi)

Usai membeli sayur sesuai kebutuhan masing-masing, emak-emak ngacir pulang untuk segera mengolahnya.

Seseorang berseru dari kejauhan, "Kurang enam ribu. Besok ya!"

Si Brewok tersenyum, "gampaaaang..."

Seorang ART menunjukkan kepada Umi, 4 ikat kangkung harga Rp5 ribu. Padahal di tukang sayur biasanya diperolehnya dengan harga Rp10.000.

"Eh, tapi saya gak bawa duit. Besok ya?"

Sekali lagi si Brewok tersenyum, "gampaaaang..."

Batin saya, dasar, sudah mah dikasih harga murah masih saja ngutang!

Semoga usaha pak Agil Iskandar alias si Brewok lancar dan makin berjaya.

***

keterangan: karedok adalah penganan khas Sunda, dibuat dari sayuran mentah (tauge, kol/kubis, kacang panjang, terung bulat, kemangi) dan bumbu kacang goreng digerus bersama bawang, gula merah, cabai, kencur, terasi matang (opsional).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun