Saat menunggu karedok sedang dibuat, ibu-ibu berdatangan. Berkumpul di depan warung Umi. Kata mereka, "Menunggu si Brewok tukang sayur."
Kening berkerut. Di sekitar kompleks perumahan hingga permukiman padat penduduk itu biasanya tukang sayur saya ketahui.
Rasa-rasanya tidak ada yang berewokan. Kecuali dulu, ada satu tukang sayur bercambang, tetapi sudah lama ia tidak berjualan lagi.
Selagi mengunyah karedok, datanglah satu becak dengan kap terbuka memuat aneka sayur. Penuh.
Emak-emak serempak merubung. Ada yang mengambil kangkung. Ada yang ambil bakung/daun bawang. Ambil mentimun, sebungkus tempe, dan wortel.
Suara-suara riuh bertanya tentang harga, seperti biasa bilamana ibu-ibu berbelanja. Namun ajaib, kali ini tidak ada tawar-menawar.
Saya melongok. Seorang pria berjanggut putih panjang melayani para pembeli dengan riang gembira. O ternyata ini toh si Brewok tukang sayur yang menjadi idola emak-emak, meskipun berjualan sayur baru sebulan terakhir.
Nama sebenarnya adalah Agil Iskandar, berusia 50 tahunan. Bertempat tinggal tidak jauh dari lingkungan permukiman padat itu.
Semula ia berprofesi sebagai penarik becak yang mangkal di pasar. Keadaan membuatnya beralih profesi menjadi tukang sayur.
Awal cerita, satu waktu ia merasa jumlah penumpang becak kian sedikit, akibat --menurut pendapatnya-- pengguna jasa lebih memilih ojek online.