Dalam satu perjumpaan, beberapa sahabat bertanya bagaimana cara saya menulis untuk Kompasiana?
Pertanyaan sederhana. Mestinya jawabnya juga biasa.Â
Tinggal ambil kertas dan pena. Atau ketuk layar HP atau komputer. Menyusun huruf, jadilah rancangan tulisan. Setelah menyunting seperlunya, mengunggah karya tulis ke blog keroyokan itu.
Memang tiap penulis punya cara menyusun kata-kata pun gaya pengungkapannya. Tiap penulis bisa berbeda waktu dalam menghasilkan karya, dari masih berbentuk gagasan hingga penayangan.Â
Dalam hitungan menit maupun jam menayangkan satu artikel. Umumnya begitu.
Pengalaman saya agak berbeda. Malahan, lima tahun lalu belum terpikir untuk menulis.
Satu, sebelumnya saya tidak punya pengalaman tulis menulis, kecuali merakit laporan dan tulisan formal yang sudah berformat.
Kedua, mati separo. Separuh fisik atau badan bagian kanan lemah, bisa jadi separuh kemampuan berpikir ikut runtuh, akibat serangan penyakit kronis.
Satu ketika saya membuka akun Kompasiana yang pernah terkubur lama sekali. Menggunakan telepon genggam coba-coba menulis. Mengunggah naskah-naskah singkat tanpa mutu sama sekali.
Bebeberapa artikel dihapus karena melanggar syarat dan ketentuan berlaku, namun tidak lantas menyurutkan semangat.
Dalam perjalanan selanjutnya, saya menemukan cara menulis seperti ini:
1). Membangun tulisan di layar telepon genggam, menggunakan jempol tangan kiri. Untuk itu perlu waktu paling cepat dua jam. Tulis tangan butuh waktu jauh lebih lama lagi, hasilnya pun tidak akan bagus.
2). Kalau perlu, mencari referensi pendukung. Lebih suka menulis berdasarkan pengalaman dan/atau dari hasil pengamatan keadaan sehari-hari.
3). Draft utuh dialihkan ke laptop untuk dilakukan penyuntingan dan penambahan seperlunya. Layar besar memudahkan meninjau coretan.
4). Mengetuk papan kunci laptop dengan memaksimalkan jempol dan telunjuk tangan kiri. Tangan kanan tidak patuh bila disuruh.
5). Mencari ilustrasi lebih mudah melalui komputer pribadi ukuran agak kecil itu.
6). Setelah dirasa semua sudah lengkap, memeriksakan tingkat keunikan karya tulis melalui plagiarism checker gratisan.
7). Kemudian mengunggahnya ke Kompasiana seraya komat-kamit berdoa agar tidak dihapus oleh sistem atau kena karantina. Berharap mendapatkan viewer dengan jumlah bagus.
Dengan itu menerbitkan satu artikel perlu waktu seharian. Terhitung sejak munculnya gagasan hingga penayangan. Bukan 12 jam nonstop.Â
Proses diselingi dengan kesempatan makan, pergi ke kamar mandi, mengistirahatkan kepala ngebul, dan sebagainya.
Satu hal yang pasti, saya memerlukan waktu satu hari untuk menghasilkan sebuah artikel layak tayang.
Kok pernah dalam satu hari menayangkan dua atau lebih artikel?
Ya itu karena sebelumnya saya bisa menabung artikel.
Beberapa artikel ditulis beberapa hari sebelumnya. Jadi, ada hari-hari di mana saya tidak mengunggah karya tulis demi menghimpun karangan.
Bagi saya adalah mustahil menghasilkan satu artikel dalam satu jam. Paling banyak satu artikel dalam satu hari. Itu pun kalau tidak muncul penyakit klasik, yaitu rasa malas.
Jadi sekalipun --kata orang dulu-- tubuh mati separo, saya tetap berusaha meneguhkan hati agar untuk terus menulis. Entah sampai kapan.