Dalam perjalanan senantiasa ada cerita menarik. Apalagi dengan rute panjang berjalan kaki menyusuri jalan-jalan perkotaan, ditambah naik bus menuju ujung kota.
Sabtu lalu rencananya akan menjajal restoran baru di daerah Warung Jambu Kota Bogor. Rumah makan dengan menu ikan bakar gaya Bengkulu.
Jarak dari rumah sih lumayan. Hampir 5 kilometer. Namun niat sudah bulat. Perjalanan panjang akan ditempuh dengan berjalan kaki.
Langsung saja ke belakang meliuk-liuk menyusuri gang. Turun tangga menuju bantaran sungai. Menyeberangi jembatan kecil menuju kecamatan berbeda.
Tantangannya adalah setelahnya. Undakan curam sudah menunggu. Tidak ada jalan mundur, semangat pantang kendur. Tantangan harus dilalui.
Tiba di atas napas ngos-ngosan. Seteguk air mineral menggantikan keringat bercucuran. Berhenti lima menit untuk kemudian melanjutkan perjalanan.
Sarapan Tekwan
Berhenti lagi di gerai penjualan pempek yang berada di halaman sebuah rumah bagus, untuk mendapatkan sarapan.
"Wong Kito Galo", ujar suami istri pemilik rumah sekaligus penjual makanan khas Palembang tersebut.
Saya menyantap sepiring tekwan hangat, yang sebelumnya diberi perasan jeruk lemon cui)* dan sedikit sambal, sambil memandang gerombolan ikan koi di kolam.
Rasa-rasanya ingin berlama-lama di tempat asri itu. Lain waktu saya akan datang lagi, menjajal menu berbeda dan berbincang tentang banyak hal dengan sang suami, yang merupakan pensiunan kontraktor rekanan BUMN.
Jajanan Jadul yang Langka
Perjalanan berlanjut. Di tengah kawasan pemotongan ayam saya melihat pemandangan langka: penjaja keliling Oli Jepret.
Bukan oli pelumas. Oli jepret adalah penganan berbahan singkong. Ubi kayu diparut, diperas, dikukus, lalu ditumbuk bersama minyak kelapa. Kemudian adonan putih dibentuk bulat agak pipih.
Sepintas mirip uli. Namun oli jepret lebih kenyal dibanding penganan dari ketan itu. Konon waktu dibentuk tidak dipotong dengan pisau, tapi ditarik menggunakan tangan.
Bila dimakan begitu saja akan terasa tawar. Oleh karena itu disantap bersama serundeng dan gula pasir. Serundeng dibuat dari kelapa parut yang disangrai dan dibubuhi sedikit garam.
Makanan jadul yang sudah langka ini dijual Rp1.000 per buahnya.
Satu lagi penjual oli jepret yang masih eksis, berjualan di depan Delicious (delisis, kata sebagian orang), toko roti legendaris dari zaman Belanda di Jalan Mawar Kota Bogor.
Ngaso Minum Es Cendol Duren
Kurang lebih satu kilometer menjelang tujuan tampak penjual es cendol di ujung Jalan Dadali. Kayaknya pantas melepas lelah, berteduh dari panas mentari di bawah pohon kenari sambil ngandok es cendol.
Saya pilih es cendol ditambah duren. Segar. Manisnya pas, tidak terlalu banyak gula. Santannya pun tidak terlalu pekat.
Naik Biskita
Lha kok malah numpak bis? Tadi sempat terlihat halte. Pikir punya pikir, asyik juga kalau jalan-jalan naik Biskita. Mumpung saldo e-money masih ada.
Masih pukul setengah sebelas. Kurang satu setengah jam ke angka dua belas. Kelamaan kalau menunggu di restoran.
Pintu Biskita rute Terminal Bubulak - Cidangiang terbuka. Saya masuk. Men-tap kartu. Duduk menikmati kendaraan umum berpenyejuk udara menuju terminal bus di ujung barat Kota Bogor, sambil terkantuk-kantuk.
Perhentian terakhir itu kondisinya kurang bagus, terlihat sebagian besar landasan di dalam terminal serupa kubangan kerbau.
Di luar terdapat para penjual aneka oleh-oleh dan buah. Saya membeli ubi Cilembu, peuyeum Bandung, dan mangga harum manis.
Sebetulnya ingin membeli jajanan yang dikirim dari Bandung dan Garut, tetapi apa daya tenaga tidak bakal kuat membawanya. Mungkin lain waktu.
Puas melihat-lihat, kembali saya naik Biskita rute sama. Berhenti di Warung Jambu halte Disdik.
Ikan Bakar Bengkulu
Rumah makan ini belum lama buka. Tidak terinformasi kapan mulai ada.
Perut keroncongan memerintahkan agar cepat memilih. Maka ikan bawal hitam dipesan. Juga tempe tahu goreng dan cah kangkung.
Sementara hidangan disiapkan, sambal bawang dan rawit (nantinya disiram kecap manis), sambal merah, sambal hijau, lalap, serta nasi disajikan.
Tidak pakai lama, bawal bakar tersaji. Langsung dieksekusi tanpa banyak basa-basi.
Meskipun dieskan sehingga tidak terasa "manisnya", ikan masih terasa segar. Tandanya, tidak terasa gatal di mulut.
Bumbu peraciknya pas. Dibakar tidak sampai gosong. Matang sampai ke dalamnya. Hanya satu kata: enak.
Ada satu hal yang mengurangi kenikmatan makan. Tepat di samping rumah makan terdapat bengkel sepeda motor.
Jadi menyantap makanan seraya diiringi desis kompresor tekanan tinggi dan gerungan mesin. Itu lumayan mengganggu.
Barangkali saat survei tempat, si penyewa tidak terinformasi adanya bengkel. Mungkin, ya!
Secara keseluruhan, saya menikmati petualangan hari itu.
Melangkah sebanyak 13,2 ribu langkah. Membakar kalori sebanyak 556 kkal. Berjalan total sejauh 9 kilometer. Ditambah, perjalanan naik bus lebih dari 15 kilometer (pergi pulang).
Sebuah perjalanan panjang dengan beragam cerita. Malahan, bisa lebih banyak kisah yang sayangnya tidak semua latarbelakang difoto. Mungkin lain kali.
)* Jeruk lemon cui. Juga dikenal sebagai lemon cina, kira-kira seukuran jeruk nipis. Berfungsi menetralkan amis pada ikan, juga memberi rasa enak yang segar kepada hidangan sup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H