Suara-suara sumbang memprovokasi agar mengabaikan hasil lab dan nasihat dokter, untuk sejenak makan makanan sarat kolesterol.
Kemudian saya menurunkan standar. Memesan semangkuk soto Padang tanpa lontong maupun nasi. Tambah sambal saja.
Dalam satu mangkuk kertas tahan panas berisi: bihun/mi putih, dua perkedel seukuran kelereng dipipihkan, beberapa keping daging goreng tipis, kerupuk merah, irisan seledri, dan kuah.
Dengan cepat saya menghabiskan semangkuk soto (volumenya kira-kira separuh mangkuk bakso) yang ditebus dengan harga Rp30 ribu.
Lama sekali tidak merasakan soto Padang. Memang tidak seenak di pasar Pramuka Jakarta Timur yang dulu sering disambangi.
Kendati demikian, saya menikmati rasa soto Padang di Festival masakan khas Bukittinggi di pelataran GOR Pajajaran, Kota Bogor.
Selama ini saya belum menemukan penjual soto semacam itu di Kota Hujan. Barangkali ada pembaca yang mengetahuinya?
Karena belum terasa nendang di perut, rasanya ingin makan nasi gulai kepala kakap. Atau nasi randang sambal lado ijo. Atau.....
Ah, lupakan! Akhirnya saya memesan martabak Kubang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H