Dalam melontarkan kata, terkadang akal kalah gesit dengan lidah untuk menyaring. Ingat asam sulfat?
Komika Lampung Aulia Rakhman menuai kecaman dari sejumlah pemuka agama.
Sebelum Anies Baswedan tiba di satu kafe Bandar Lampung berdiskusi bersama mahasiswa, komika Aulia menjadi pembuka.
Aulia Rakhman melontarkan joke, yang kemudian diduga menghina Nabi Muhammad SAW. Hal itu memetik reaksi keras dari tokoh agama.
Berita lengkapnya silakan baca di sini.
Ibarat tanpa membidik, peluru senapan terlanjur ditembakkan dan melukai orang lain.
Alangkah elok, apabila sebelum melontarkan kata-kata --sekalipun lelucon-- seyogianya akal budi memprosesnya, sehingga lebih banyak orang menikmati dan menghargai.
Namun apa boleh buat, ada saja mereka yang demi dianggap lucu melontarkan lelucon tidak lucu.
Ada saja mereka yang demi dianggap pintar melontarkan ujaran tidak pintar.
Pemilik lidah yang melepaskan ludah tidak lucu dan tidak pintar kemudian menyesal. Menyebutnya sebagai langkah terpeleset lidah.
Saya, dan mungkin Anda, tidak ingin menirunya. Terpeleset lidah dalam situasi apa pun.
Oleh karena itu, dari waktu ke waktu saya senantiasa mengingat hal-hal ini:
- Berusaha berpikir terlebih dahulu sebelum berkata, berhubung betapa lebih mudah menggerakkan lidah daripada membangkitkan akal.
- Berujar hanya untuk hal yang diketahui, dialami, dirasakan, dan disetujui oleh akal.
- Sebisa mungkin memilih kata-kata, yang sekiranya tidak menyinggung perasaan orang lain.
- Membuka pikiran sebelum membuka mulut. Salah satu cara, mendengar ujaran siapa saja.
- Belajar meredakan emosi negatif sebelum menggerakkan lidah.
- Dalam banyak kesempatan, sebelum berbicara menimbang-nimbang: apa perlu membicarakannya? Benarkah apa yang akan disampaikan? Apakah baik untuk dikemukakan? Dan seterusnya.
- Jika ruang pengetahuan tidak mencukupi, maka tiba saatnya menambah ilmu. Misalnya dengan cara membaca, belajar, dan sebagainya.
Dengan demikian saya berusaha berpikir saksama sebelum bicara, meskipun itu memberi kesan bagi orang lain bahwa saya pendiam.
Pengalaman buruk di masa lampau, yaitu membuka mulut sebelum membuka pikiran, telah memberi pelajaran cukup. Sangat cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H