Energi melekat dalam kehidupan sehari-hari. Dari dulu orang tua mencontohkan dan mengajarkan gaya hidup hemat energi.
Terdapat beragam bentuk energi, di antaranya: kinetik, potensial, mekanis, nuklir, panas, listrik. Di alam, matahari merupakan sumber energi cahaya terbesar sekaligus penghasil energi panas.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal energi listrik. Tenaga yang membuat lampu mengeluarkan cahaya, menghidupkan televisi, mengisi baterai telepon genggam, memanaskan setrika, menanak nasi, dan sebagainya.
Kendaraan bermotor bergerak berkat ledakan bahan bakar di ruang mesin.
Meskipun tidak mudah dilihat, energi dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Kecuali energi terbarukan, jumlah energi yang bersumber dari fosil cenderung terbatas jumlahnya. Kian lama ketersediaannya kian berkurang. Butuh waktu sangat lama untuk pembentukannya.
Inisiatif menghemat energi tak terbarukan digaungkan. Mengampanyekan gerakan hemat energi.
Sesungguhnya dulu orang tua saya melakukan upaya-upaya agar hemat energi, terutama di rumah.
Rumah hemat energi versi zaman itu meliputi:
Menempati rumah dengan keadaan tinggi plafon sekitar 3 meter. Meskipun tidak setinggi bangunan buatan Belanda, eks rumah dinas tersebut memberikan ruang cukup untuk beredarnya udara sejuk dengan leluasa.
Di sana ada cukup lubang-lubang angin sehingga terjadi pertukaran udara secara baik.
Bukaan atau jendela tetap dibiarkan lebar sesuai aslinya agar cahaya luar leluasa masuk.Â
Rumah tetangga dengan bentuk yang tadinya seragam telah mengalami perubahan, jumlah bukaan berkurang sehingga pengap dan ruangannya menjadi gelap.
Dengan plafon lumayan tinggi dan lubang ventilasi cukup, ruangan tidak memerlukan mesin pendingin udara. Hanya sesekali terasa gerah kala cuaca panas ekstrim seperti kemarin.
Di halaman tumbuh pepohonan dan tanaman. Berguna sebagai peneduh dan penyejuk lingkungan sekitar, termasuk di dalam rumah.
Intensitas cahaya cukup memasuki rumah, maka tidak perlu menyalakan lampu pada siang hari. Kecuali mendung berat. Lampu-lampu baru dihidupkan jelang maghrib, dimatikan segera setelah selesai waktu subuh.
Selebihnya adalah hal yang umumnya dilakukan, seperti mencabut sambungan ke peralatan elektronik jika tidak digunakan, mematikan lampu kamar bila tidak ada orang atau sebelum tidur. Belakangan, mengganti semua lampu dengan bohlam hemat energi.
Merawat dan memakai kompor agar apinya tetap biru. Mematikannya bila tidak digunakan atau butuh waktu lama untuk digunakan kembali.
Memeriksa dan mengganti jika ada kebocoran di saluran gas. O ya, di rumah menggunakan gas alam.
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, dengan berjalan kaki atau naik sepeda untuk tujuan dekat.
Ternyata kebiasaan-kebiasaan hemat energi yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh orang tua. Gaya hidup yang tetap konsisten dijalankan sampai anak cucu.
Keadaan rumah masih seperti dulu. Tidak banyak berubah. Kalaupun ada tambahan di depan dan samping adalah kanopi dengan atap transparan. Cahaya matahari tetap leluasa masuk.
Ihwal yang belum dilakukan adalah memanfaatkan matahari, biogas, dan lainnya sebagai sumber energi terbarukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H