Perjalanan berlanjut perlahan sampai akhir tumpukan karung. Ada satu persoalan besar!
Tangga naik lebih curam daripada sebelumnya. Batu undak-undakan amatlah terjal. Tingginya berkisar antara 30-40 sentimeter. Merepotkan bagi saya. Semestinya jarak ideal antar anak tangga adalah 15-19 cm agar kaki nyaman melangkah.
Muncul keraguan, bisakah saya melewatinya?
Dengan segala tekad, kaki menjejak anak tangga. Syukurlah, orang-orang baik mendorong dari belakang agar saya tidak terjengkang. Seorang pria lain di atas menarik satu tangan saya.
Hanya rasa terima kasih yang dapat disampaikan ketika tiba dengan selamat. Peluh bercucuran campur keringat dingin. Saya berhenti di satu pojok. Minum dan mengambil napas.
Seseorang yang saya kenal muncul dari bangunan kecil, "Sugeng, ya?"
Setelah saya membuka masker, barulah ia mengenali, "itu kenapa, mas?"
"Biasa. Akibat sering marah-marah. Emosian. Ngamukan. Dulu."
Sugeng (bukan nama sebenarnya) adalah pemborong. Sempat bergabung dengan teman-teman dan saya, membentuk grup untuk melayani sejumlah pekerjaan skala kecil di Istana Kepresidenan Bogor.
Namun ia dikeluarkan dari kelompok usaha, berhubung ketahuan melakukan kecurangan. Kredibilitasnya menjadi buruk di kalangan pemborong lokal.
Dengar-dengar, setelahnya ia terjerat utang kepada seorang kawannya. Bagaimana nasib pinjamannya? Saya tidak terinformasi tentang hal itu.