Polusi hilang lebih separuh dari langit kota. Bukan, bukan secara perlahan, tetapi udara kotor sirna dengan cepat.
Semenjak Dewan Kota Besar melontarkan ultimatum, akan memberhentikan Wali Kota Besar berikut jajarannya jika tidak kuasa mengatasi polusi udara.
Bakal diganti dengan warga naturalisasi yang lebih serius bekerja sebagai perangkat.
Bagaimanapun polusi udara sudah berlangsung lama. Menyesakkan pernapasan warga Kota Besar.
Ihwal paling membuat kuping memerah adalah, ketika Kota Besar masuk dalam peringkat atas pencemaran udara tertinggi di dunia.
Kalau sekadar warga mati tercekik udara kotor, ya masih bisa ditoleransi. Menyandang predikat kota dengan udara paling tercemar sejagat? Itu memalukan.
Gagap mengatasi kabut mengotori udara, Wali Kota Besar kalang kabut menelurkan kebijakan reaktif.
Pertama, marah-marah di media. Mengalamatkan kesalahan kepada kendaraan bermotor sebagai penyumbang terbesar polusi udara.
Kedua, melakukan pembatasan jumlah kendaraan bermotor memasuki jalan-jalan Kota Besar, dan itu adalah hal sia-sia.
Ketiga, menyelenggarakan uji emisi terhadap kendaraan bermotor. Banyak yang tidak lolos, lebih banyak lagi yang lulus.