Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Daripada Membakarnya, Mending Mengolah Sampah Jadi Duit

25 Juni 2023   12:09 Diperbarui: 25 Juni 2023   12:34 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar membakar sampah daun dan ranting oleh Kev dari Pixabay

Setiap pagi usai waktu subuh. Terdengar suara khas sapu lidi menggesek permukaan bata beton (paving block).

Setelah sampah menggunung di satu sudut, penyapu halaman masjid memantik geretan. Mulanya kecil, lama-lama api melalap dedaunan kering, kresek, kemasan plastik, kertas pembungkus. Suara berderak-derak. Kabut membubung.

Asap bakaran menelusup melalui celah bukaan rumah. Bau sangit meyebarkan rasa tidak nyaman.  

Menyebalkan. Berkali-kali ditegur agar tidak membakar sampah, tetapi rupa-rupanya kepala pria penyapu itu terbuat dari batu.

Membakar sampah sembarangan bisa dipidana atau dikenakan denda, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Saya baru mengetahui aturan di atas dan percaya bahwa penyapu halaman masjid itu belum membacanya.

Hasil pembakaran juga mengganggu kenyamanan lingkungan. Ditambah, plastik dan sejenisnya bila dibakar akan melepaskan unsur pencemar udara.

Ia enggan memanfaatkan bak sampah untuk membuang hasil menyapu. Barangkali ia punya kesenangan --tepatnya kegilaan. Senang melihat api dan asap meliuk-liuk.

Kecuali Sabtu dan Minggu, setiap hari bak sampah dibersihkan oleh petugas Dinas Kebersihan. Boleh dibilang, barang buangan tidak terlihat menumpuk di bak sampah.

Lingkungan masjid demikian teduh. Halaman luasnya ditumbuhi tanaman  perdu dan bunga-bunga.

Juga beberapa pohon besar dengan daun kecil-kecil yang tiap hari berguguran. Terutama bila disapu angin dan hujan deras.

Oleh karena itu, setiap hari halaman masjid disapu. Daun-daun kering menggunung, bercampur dengan hasil perilaku buang sampah sembarangan dari tamu-tamu tempat suci itu.

Padahal jika sampah tersebut dikelola dengan tepat, dapat menghasilkan manfaat lebih dibanding dengan membuangnya begitu saja.

Terlebih dahulu, sampah dipilah antara bahan organik dan anorganik.

Bisa jadi bahan anorganik tertentu bernilai jual, semisal kemasan bekas air mineral. Serahkan kepada pemulung, agar memudahkan pekerjaannya dalam mendapatkan uang.

Sampah daun (basah dan kering) serta bahan organik lainnya dapat diolah menjadi kompos. Berfungsi sebagai media tanam yang subur.

Selain untuk keperluan sendiri, hasil berupa kompos dikemas lalu ditawarkan kepada tetangga atau umum.

Untuk keperluan sendiri, Anda bisa memulai dengan membuat lubang di tanah. Ukurannya fleksibel, sesuai kebutuhan dan luas lahan yang mungkin digunakan.

Di halaman rumah, saya membuat lubang ukuran 60x60 sentimeter persegi dengan dalam 20-30 cm. 

Lubang penampung sampah daun atau bahan organik (dokumen pribadi)
Lubang penampung sampah daun atau bahan organik (dokumen pribadi)

Pastikan lubang bukan merupakan jalur lintasan. Atau paling tidak, diberi tanda tertentu.

Daun dan bahan organik dimasukkan begitu saja ke dalam lubang. Sesekali diaduk. Biarkan ia lapuk dengan sendirinya.

Satu saat entah berapa lama, karena saya tidak mengingatnya, daun-daun itu menjadi kehitaman. Biasanya digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah di halaman rumah, yang sekiranya tergerus kesuburannya.

Pengolahan lebih serius memerlukan peralatan, bahan, dan kerja ekstra dengan langkah sebagai berikut:

  • Beli cairan mikroorganisme pengurai di toko bahan/alat pertanian. Dikenal sebagai effective microorganism 4 (EM4).
  • Siapkan drum/tong bekas yang telah dimodifikasi sebagai komposter (tersedia di pasaran atau bisa dibuat sendiri).
  • Cacah sampah daun agar lebih mudah terurai oleh jasad renik EM4.
  • Buat lapisan tipis dari tanah di dasar komposter.
  • Masukkan cacahan daun, lapisi dengan sedikit tanah, masukkan kembali daun. Demikian seterusnya sambil sesekali dipadatkan hingga wadah terisi penuh.
  • Tambahkan cairan EM4 yang telah difermentasi. Dibuat dari campuran EM4 20 ml: gula 10 gr gula: air 1 liter dan difermentasi selama 24 jam. Gula berfungsi sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme.
  • Tutup wadah. Seminggu sekali dibuka, Diaduk untuk meratakan proses penguraian. Semprotkan air agar bauran tetap lembab.
  • Sekitar 6 minggu kompos berwarna kehitaman, tidak berbau, dan ngeprul (mudah hancur).

Potongan gambar komposter (dokumen pribadi)
Potongan gambar komposter (dokumen pribadi)

Kompos siap digunakan atau dikemas untuk dipasarkan. Di lokapasar dijual di kisaran harga Rp18 ribu per 900 gram.

Daripada membakar sampah, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan konsekuensi hukum, lebih baik mengolah daun guguran dan sisa bahan organik menjadi kompos daun. Bermanfaat menyuburkan tanah pekarangan.

Selain itu, kompos memiliki nilai jual bila dikelola dengan serius. Dengan demikian, bisa dibilang, sampah daun dapat diolah untuk menghasikan uang.   

Rujukan: 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun