Semula saya menerka, Griya Jamu menyajikan aneka jamu gaya modern (drip, brew, dan sebagainya). Ternyata tidak demikian.
Tidak menjual jamu kekinian. Bahkan tidak menyediakan jamu sama sekali, Â kecuali ada kunjungan atau pesanan khusus. Piye toh ini, jal?
Menurut cerita, gerai bernama Griya Jamu dan Spa Aromatik sudah ada sejak tahun 2012. Terletak di Jalan Tentara Pelajar No. 1, Kota Bogor (nyontek dari Google).
Maka dengan pengetahuan itu saya berkunjung ke sana. Siapa tahu bisa menikmati jamu kekinian.
Penggagas Griya Jamu adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun).
O ya, Puslitbangbun dan litbang di bawah Kementerian Pertanian telah ditinggal para penelitinya. Rame-rame ngungsi ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Katanya, lebih dari setengah penghuni kantor "bedol desa". Gedung-gedung megah, berhektar-hektar kebun percobaan, dan rumah-rumah kaca berikut peralatannya sekarang entah jadi apa. Semoga tidak dihuni uka-uka.
Semula Griya Jamu diandalkan sebagai pintu mengenalkan jamu kepada masyarakat umum. "Memasyarakatkan jamu, menjamukan masyarakat," begitu barangkali kata orang-orang Orba.
Kembali ke ihwal Griya Jamu, ternyata kendi-kendi (clay pot) masih terpajang di meja lobi. Namun tidak tampak petugas penjualan, padahal sudah lebih dari pukul 9 pagi.
Tidak lama kemudian, seseorang yang baru turun dari mobil bertanya, "Ada yang bisa dibantu?"
Setelah saya menyampaikan maksud hendak minum jamu, ibu yang ramah menjelaskan. Begini:
Sekarang tinggal tersedia fasilitas Spa Aromatik. Penjualan jamu sudah lama ditiadakan, kecuali ada tamu dari pusat dan pesanan dari rombongan (misalnya, kunjungan anak sekolah).
Artinya, sehari-hari tidak ada lagi penjualan jamu di Griya Jamu.
Ia menyarankan agar saya berkunjung ke kantor sebelah, yang dulu bernama Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Di sana ada "rumah jamu" dan kebun tanaman obat.
Baiklah. Dengan semangat empat lima saya berangkat.
Sebagai informasi, area kompleks penelitian segala ihwal terkait pertanian itu telah berdiri sejak zaman Belanda. Berdiri di wilayah yang amat luas.
Lahan sepanjang kurang lebih 1 kilometer menempati posisi kiri kanan jalan Tentara Pelajar (d/h Cimanggu). Dengan perkiraan lebar masing-masing persil 300 meter atau lebih.
Jalan kaki dari Griya Jamu ke rumah jamu bukan 10 meter, tetapi kira-kira 100 sampai 150 meter. Bagusnya, pepohonan melindungi kepala dari paparan sinar matahari.
Rumah Jamu terletak di dalam Kawasan Wisata Ilmiah Tanaman Obat milik eks Balittro.
Di dalam kebun terdapat beragam tanaman obat. Dua papan petunjuk mencantumkan sekitar 50 jenis tanaman berkhasiat. Menurut penglihatan sepintas, kayaknya ada lebih dari itu.
Bangunan Rumah Jamu terlihat mentereng, dengan tembok berwarna cokelat dan kaca hitam. Pintu dan jendela tertutup.
Pun tidak terlihat satu pun penjaga. Hanya ada dua pekerja sedang membuat adukan semen. Saya percaya mereka tidak memiliki informasi tentang gerai yang tutup dan tanaman obat.
Tunggu punya tunggu, sampai setengah jam kemudian tidak ada tanda-tanda pintu dibuka.
Ada sepasang lansia masuk ke kawasan kebun tanaman obat. Ternyata pengunjung yang hendak healing di tempat sejuk nan teduh itu.
Akhirnya saya memutuskan pulang. Pupus sudah rencana menjajal jamu tradisional. Gagal mencoba jamu kekinian.
Ternyata tiada jamu di Griya Jamu dan Rumah Jamu .
Jadi, tidak ada bahan cerita. Tidak ada karya tulis tentang pengalaman menikmati jamu jenis apa pun, yang dapat saya persembahkan kepada pembaca.
Barangkali mesti cari di tempat lain, di waktu berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H